Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kita, Kisah Al, dan Ronggo Warsito

Kompas.com - 25/06/2011, 19:04 WIB

Transfer nilai tidak cukup hanya melalui komunikasi verbal. Pola perilaku orang tua dan anggota keluarga inti juga menjadi faktor utama pembentukan karakter anak. Berawal dari hal-hal kecil, seperti membuang sampah di tempat yang benar, sikap saling menghormati sesama dan menghargai pendapat anggota keluarga lain merupakan pelajaran yang membekas di hati seorang anak dan kerap untuk ditiru. Sebaliknya, sikap inkonsisten, plin-plan, dan kemunafikan salah seorang atau anggota keluarga lainnya akan segera dapat terekam dengan mudah dan ditiru oleh seorang anak.

Lembaga kedua yang bertanggung jawab adalah lembaga pendidikan, sebagai lembaga formal baik sekolah maupun madrasah yang secara resmi melakukan transfer ilmu pengetahuan yang di dalamnya termasuk sistem nilai, etika dan moral. Dalam institusi inilah interaksi sosial seorang anak terjadi.

Tidak berbeda jauh dengan institusi keluarga, dalam institusi pendidikan ini seorang anak secara sistematis diajar berbagai ilmu pengetahuan, baik yang bersifat know what, know why dan know how.

Di lembaga pendidikan formal, peserta didik diajarkan bersikap jujur, saling menghormati/menghargai orang lain, termasuk hak-haknya, tidak serakah, empati sosial dan sebagainya. Kendati demikian, sekali lagi, transfer ilmu pengetahuan di atas masih sangat normatif sekali.

Memang, semua hal di atas tidak berarti apapun selain sebagai basic tools yang pemanfaatannya tergantung dari sistem nilai yang dimiliki user. Bila si user mempunyai sikap dan karakter yang baik, maka pemanfaatannya akan mengarah pada tujuan positif dan sebaliknya.

Tidak dapat kita bayangkan, betapa bingungnya seorang peserta didik ketika diharuskan untuk memberikan contekan pada teman-temannya oleh seorang yang seharusnya mengajarkan kejujuran dan proudness atas originalitas. Betapa confusing-nya peserta didik kala mengetahui adanya miss-management di tempat yang seharusnya dikelola oleh para pendidik profesional.

Profesional di sini tidak hanya berarti pendidik yang memiliki absen jari, sesuai aturan, tetapi juga mempunyai integritas. Lagi-lagi, sistem nilai, etika, moral dan ilmu pengetahuan lainnya yang diajarkan di lembaga pendidikan harus diujicobakan dengan realitas lingkungan tempat peserta didik berada.

Betapapun baik dan konsistennya pengetahuan tersebut diajarkan pada peserta didik, tidak akan merubah apapun tanpa suri tauladan dari lingkungan pendidikan itu sendiri. Tidak salah pepatah mengatakan “guru kencing berdiri murid kencing berlari”.

Lembaga terakhir yang bertanggung jawab terhadap berhasil atau gagalnya pendidikan karakter nasional yang berkarakter adalah lembaga lingkungan. Di dalam lingkungan inilah semua nilai, sikap, watak dan karakter serta ilmu pengetahuan yang dipelajari secara normatif di lembaga keluarga dan pendidikan saling berinteraksi dan saling pengaruh mempengaruhi. Etika, moralitas dan karakter yang baik dari seorang anak akan tertutup oleh debu maksiat dan kemunafikan dalam tatanan masyarakat yang terjungkilbalik dan sebaliknya.

Apa yang dikatakan seorang anak ketika melihat polisi yang melakukan pembiaran terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh invividu atau kelompok atas yang lainnya? Kemelut batin apa yang dirasakan seorang anak ketika ada individu dan sekelompok orang tega melakukan pembunuhan dengan mengatasnamakan agama? Keresahan apa yang dirasakan oleh seorang anak ketika melihat wakil-wakil rakyatnya ramai-ramai masuk penjara karena ketahuan mencuri uang rakyat?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com