Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Virus Udang Menuju Harvard

Kompas.com - 10/04/2012, 03:12 WIB

Ketertarikan Naim meneliti infeksi virus pada udang bermula tahun 2006 saat terjadi serangan infectious myonecrosis virus (IMNV) pada udang vaname (penaeus vannamei) di Indonesia. Padahal, saat itu virus tersebut baru ditemukan pada ternak udang vaname di Brasil.

”Serangan virus IMNV itu menjadi pertanyaan saya sampai kini. Kenapa semula hanya di Brasil, kemudian muncul di Indonesia?” ujarnya.

Dari pertanyaan itu, ia mulai mengamati interaksi virus IMNV pada udang. Dari hasil pengamatannya sementara ini, rasio serangan IMNV menyebabkan 70 persen udang mati dan 30 persen hidup. Udang yang bertahan hidup akan diamati. Di sisi lain, IMNV memiliki anatomi yang sama dengan rotavirus, penyebab kematian anak balita dengan gejala diare terus-menerus.

Oleh karena itu, hasil investigasi ini akan berguna untuk memahami infeksi rotavirus pada anak balita. Itu pula sebabnya penelitiannya dijalani pada studi kedokteran di Harvard. Penelitian Naim akan melengkapi hasil penelitian sebelumnya tentang pengendalian penyakit white spot syndrome virus (WSSV) pada udang yang dilakukan di Universitas Arizona selama dua tahun terakhir.

Dari hasil penelitiannya di Universitas Arizona, Naim menemukan infeksi WSSV pada udang dapat dikendalikan. Caranya, menerapkan sistem polikultur pada budidaya udang yang sudah diterapkan sebelumnya di salah satu lembaga penelitian di Jawa Timur. Ternak udang dipelihara dalam satu kolam bersama ikan nila, ditambah rumput laut untuk meningkatkan nilai ekonomi.

”Temuan ini hasil observasi saya dibantu pembimbing saya, Profesor Kevin Fitzsimmons, ahli ikan nila di Universitas Arizona,” katanya.

Ditolak menjadi dosen

Perjalanan karier sebagai peneliti udang mulanya bukan obsesi Naim. Ia ingin menjadi dosen biologi di almamaternya ITB setelah lulus master of marine studies dari Universitas Queensland, Australia, tahun 2005. Namun, lamarannya ditolak karena saat itu posisi sebagai dosen di ITB sudah penuh.

”Mau melamar menjadi dosen di Universitas Padjadjaran tak punya koneksi. Saya banting setir menjadi guru SD dan SMA di Bandung,” tuturnya.

Hampir setahun profesi sebagai guru ditekuni Naim. Pada tahun berikutnya, ia diajak kawannya memberikan pendampingan kepada petambak udang korban tsunami di Aceh. Di sini Naim menemukan ”jodohnya” dengan udang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com