Ketertarikan Naim meneliti infeksi virus pada udang bermula tahun 2006 saat terjadi serangan
”Serangan virus IMNV itu menjadi pertanyaan saya sampai kini. Kenapa semula hanya di Brasil, kemudian muncul di Indonesia?” ujarnya.
Dari pertanyaan itu, ia mulai mengamati interaksi virus IMNV pada udang. Dari hasil pengamatannya sementara ini, rasio serangan IMNV menyebabkan 70 persen udang mati dan 30 persen hidup. Udang yang bertahan hidup akan diamati. Di sisi lain, IMNV memiliki anatomi yang sama dengan rotavirus, penyebab kematian anak balita dengan gejala diare terus-menerus.
Oleh karena itu, hasil investigasi ini akan berguna untuk memahami infeksi rotavirus pada anak balita. Itu pula sebabnya penelitiannya dijalani pada studi kedokteran di Harvard. Penelitian Naim akan melengkapi hasil penelitian sebelumnya tentang pengendalian penyakit
Dari hasil penelitiannya di Universitas Arizona, Naim menemukan infeksi WSSV pada udang dapat dikendalikan. Caranya, menerapkan sistem polikultur pada budidaya udang yang sudah diterapkan sebelumnya di salah satu lembaga penelitian di Jawa Timur. Ternak udang dipelihara dalam satu kolam bersama ikan nila, ditambah rumput laut untuk meningkatkan nilai ekonomi.
”Temuan ini hasil observasi saya dibantu pembimbing saya, Profesor Kevin Fitzsimmons, ahli ikan nila di Universitas Arizona,” katanya.
Perjalanan karier sebagai peneliti udang mulanya bukan obsesi Naim. Ia ingin menjadi dosen biologi di almamaternya ITB setelah lulus
”Mau melamar menjadi dosen di Universitas Padjadjaran tak punya koneksi. Saya banting setir menjadi guru SD dan SMA di Bandung,” tuturnya.
Hampir setahun profesi sebagai guru ditekuni Naim. Pada tahun berikutnya, ia diajak kawannya memberikan pendampingan kepada petambak udang korban tsunami di Aceh. Di sini Naim menemukan ”jodohnya” dengan udang.