Pada suatu sore, sepulang sekolah, mereka memperhatikanku membaca dan meng-highlight beberapa kalimat di buku teks. Mereka lalu bertanya, apakah itu bagian dari pekerjaanku. Kujelaskan, bahwa aku perlu mempersiapkan kuliah besok. Namun, rupanya agak sulit bagi mereka menerima konsep bahwa ibunya juga bersekolah. Sebentar kutinggalkan mereka untuk menyiapkan makan malam. Saat kembali, aku menemukan buku teks milikku itu sudah penuh dengan stabilo hijau, tanpa satupun kata luput di-highlight.
"Tadi aku sama adik bantu kerjaan Bunda, warnain bukunya," kata si kakak dengan muka berseri-seri mengharapkan pujian.
Siap ke sekolah
Bersekolah dengan membawa 2 anak yang masih sangat muda memang tidak mudah. Apalagi setelah Ibuku pulang karena visanya habis. Aku tidur kurang dari 5 jam setiap harinya. Aku bangun jam 4.30 pagi untuk shalat, mandi dan menyiapkan bekal makan siang. Aku membangunkan anak-anak jam 5.30, dan memastikan mereka sarapan, dan memandikan mereka.
Aku juga harus mengantar si sulung yang jarak sekolahnya 18 km dari rumah dan melewati jalan terpadat di Canberra, yaitu Northbourne Avenue. Selambat-lambatnya aku harus berangkat mengantar sekolah pukul 7.15 agar sampai di sekolah sebelum jam 8.
Setelah itu, aku juga harus mengantarkan si bungsu sebelum masuk kuliah jam 9. Ada atau tidak jadwal kuliah, aku akan tetap di kampus hingga pukul 3, waktunya menjemput si sulung.
Aku berusaha disiplin membaca atau mengerjakan tugas di waktu-waktu ini. Si bungsu masih aman di childcare hingga pukul 5.45. Kalau tidak ada jadwal kuliah sore, setelah menjemput si sulung, aku akan menjemput si bungsu dan kami bisa pulang ke rumah. Sebaliknya, jika ada jadwal kuliah, seringkali si sulung aku bawa masuk ke kelas. Karena kegemarannya akan Matematika dan menggambar, dia akan berusaha mencatat semua penyelesaian matematis dari persoalan mikroekonomi dan menggambar bagan-bagan masalah optimasi.
Setelah menyiapkan makan malam, anak-anak harus ditemani untuk bermain atau belajar. Aku meninabobokan mereka pukul 9 malam. Biasanya aku juga ikut tertidur karena saking lelahnya, kemudian bangun lagi untuk mengerjakan tugas atau belajar mulai jam 11 hingga jam 3 dinihari.
Akhir pekan serasa seperti di surga. Di hari Sabtu aku tidak akan belajar sama sekali. Aku bawa anak-anak ke museum, piknik, berenang, atau jalan-jalan. Aku biarkan mereka bangun siang, sarapan kapan pun mereka mau, atau makan di luar. Minggu siangnya barulah aku mulai mempersiapkan lagi kuliah atau tugas.
Sedikit demi sedikit, anak-anak memperhatikan contohku, dan menjadi lebih disiplin serta mandiri. Mereka membantu merapikan tempat tidur, membereskan mainannya sendiri, mandi dan memakai baju sendiri, atau sikat gigi. Hingga setelah mereka semakin besar, mereka bisa membantu mencuci piring dan mencuci mobil. Kami pun menjadi lebih dekat, bahkan sangat dekat. Mungkin, hubungan kami tidak akan sedekat ini jika mereka tidak aku bawa menemaniku kuliah. Mungkin mereka akan tetap sebagaimana mereka ketika baru datang ke Australia; manja, selfish dan sangat tergantung pada pengasuhnya. Mungkin, karena sebagian salahku juga. Aku sadar hal itu.