MATARAM, KOMPAS.com - Meski jumlah mata pelajaran SD dan SMP dikurangi dalam Kurikulum 2013, sekolah masih boleh memberikan mata pelajaran tambahan sesuai kebutuhan. Ini disebabkan, mata pelajaran dalam kurikulum itu merupakan standar minimal.
”Kalau mau nambah boleh, tetapi tidak boleh dikurangi. Intinya, ini kurikulum minimum. Standar yang kita harapkan,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh saat uji publik Kurikulum 2013, Sabtu (8/12), di Kampus Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Mendikbud mencontohkan, sekolah-sekolah yang akan tetap memberikan pelajaran Bahasa Inggris atau mata pelajaran lain.
Nuh mengatakan, kurikulum ini hampir sama dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang berlaku saat ini, tetapi sekolah tidak perlu terlalu rinci dan teknis membuat kurikulum untuk tingkat satuan pendidikan.
24 jam mengajar diubah
Dalam dialog dengan para guru, Mendikbud menerima keluhan dari guru yang khawatir kewajiban tatap muka 24 jam per minggu tidak akan terpenuhi. Menghadapi pertanyaan ini, Nuh mengatakan, memang dengan kurikulum baru nantinya tugas guru di luar kelas akan lebih lama. ”Ketentuan 24 jam tatap per minggu, kemungkinan akan berubah,” kata Mendikbud.
Anggota Komisi X DPR RI Raihan Iskandar berharap uji publik tak sekadar formalitas. Pemerintah juga diminta melakukan uji praktik di sejumlah daerah serta melakukan evaluasi.
Pertimbangannya, kurikulum baru menuntut guru banyak kreativitas dan inovasi untuk mengoptimalkan potensi siswa. Padahal dari hasil uji kompetensi guru, secara umum kualitas guru masih rendah.
”Uji praktik bisa digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan Kurikulum 2013 dalam tataran implementasi,” kata Raihan Iskandar.
Masih bingung
Di sejumlah daerah, guru-guru masih bingung dengan rencana penggabungan mata pelajaran IPA/IPS dalam pelajaran Bahasa Indonesia.
”Di SD memang tidak ada guru bidang studi. Tetapi mata pelajaran IPA dimasukkan dalam pelajaran Bahasa Indonesia, masih sulit dipahami,” kata Kusmiatun, guru SD Nabilah Batam.
Sumadji, guru SD di Jember, Jawa Timur, dan Wan Zahir, guru SD 004 di Batam, juga menyatakan hal yang sama. Sejumlah guru lainnya mengambil contoh sederhana tentang panca indera. Secara substansi, murid betul menyebut ada lima, tapi salah dalam ejaan Bahasa Indonesia karena menulis ”indera” menjadi ”indra”.
”Harus dinyatakan betul atau salah? Karena IPA-nya betul, tetapi pelajaran Bahasa Indonesianya salah,” kata Sumadji.
Kepala Dinas Pendidikan Jember Bambang Hariyono mengatakan, masih bingung jika ditanyakan guru-guru soal kurikulum baru. ”Terus terang saya belum tahu, dan tak tahu pula harus menanyakan ke mana?” ujarnya.
Di Yogyakarta, praktisi pendidikan, ST Kartono, mengingatkan, waktu sosialisasi kurikulum baru sangat pendek. Jangan sampai hal ini menimbulkan kekacauan di awal tahun ajaran baru. (LUK/ ABK/ SIR/ACI/ RAZ)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.