Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Surut Merajut Perdamaian

Kompas.com - 03/05/2013, 04:17 WIB

Upaya merawat perdamaian lain yang diinisiasi Jacky muncul setelah bentrokan antarwarga di Ambon, 11 September 2011. Bentuknya gerakan provokator damai. Dibantu lebih dari 60 anak muda, mereka melawan informasi sesat dan menghasut yang beredar setelah bentrokan.

Perlawanan dengan menyajikan informasi yang akurat. Mereka tak ingin konflik 1999, yang salah satunya terjadi karena masyarakat terhasut informasi yang salah, terulang.

”Anak muda ini ada yang Islam dan ada juga yang Kristen. Setiap ada informasi, mereka langsung mengecek ke lokasi, yang Islam mengecek di wilayah Islam, begitu pula sebaliknya. Mereka bekerja 24 jam, jadi ada pembagian waktu kerja, juga tugas.”

Mereka menyebarkan informasi lewat pesan singkat dan media sosial, seperti Twitter dan Facebook. Mereka sekaligus ”melawan” komentar berbau hasutan yang beredar di media sosial pasca-bentrokan.

Mereka juga berkumpul di ruang publik yang pasca-bentrokan sepi dan mencekam. Mereka berkeliling ke desa-desa di Ambon dan mengajak warga minum kopi bersama. Mereka menunjukkan, bentrokan yang terjadi tak seperti konflik 1999.

Sehari setelah bentrokan, Ambon kembali kondusif. Namun, gerakan provokator damai tak berhenti. Jacky mendorong mereka membentuk komunitas sesuai minat masing-masing. Terbentuklah, antara lain, komunitas blogger, fotografi, dan musik. ”Komunitas didorong membuat kegiatan di ruang publik.”

Merekalah yang menghidupkan ruang publik di Ambon, yang selama ini sepi aktivitas. Berbagai acara dibuat, masyarakat pun berkumpul dan terhibur, mengesampingkan latar belakang suku, agama ataupun ras.

”Konflik 1999 membuat Ambon tersegregasi, ada permukiman Islam dan permukiman Kristen. Dengan kondisi ini, kesalahpahaman bisa terjadi dan berpotensi mengarah ke bentrokan. Karena itu, ruang publik perlu dihidupkan, agar terjalin komunikasi antarkomunitas,” katanya.

Atas kegigihan Jacky mengupayakan dan merawat perdamaian, ia menerima penghargaan Tanenbaum dari Tanenbaum Center for Interreligious Understanding di Amerika Serikat, tahun 2012. Tanenbaum Award rutin diberikan setiap tahun kepada dua tokoh agama di dunia yang aktif mendorong perdamaian. Tahun 2007 ia meraih penghargaan Maarif Award karena dinilai berdedikasi untuk perubahan sosial masyarakat, menuju terciptanya perdamaian.

Meski begitu, ia mengaku hatinya masih gundah. ”Kedamaian sekarang ini masih kedamaian seolah-olah. Artinya, sewaktu-waktu bentrokan yang menjurus seperti konflik 1999 bisa terjadi,” ujarnya.

Ketiadaan proses penyembuhan trauma bagi mereka yang terlibat konflik 1999, salah satu penyebabnya. Trauma memudahkan emosi mereka tersulut, saat ada masalah. Ditambah segregasi wilayah berdasar agama sebagai dampak konflik, bisa memicu kesalahpahaman. Apalagi, ruang publik untuk menjalin komunikasi antarkomunitas kian terbatas.

Pemerintah, yang seharusnya berperan, dinilainya amnesia sehingga tak ada upaya menjaga perdamaian. Masyarakat cenderung diajak melupakan konflik 1999. Padahal, itu adalah pelajaran berharga agar konflik tak terulang.

Selain itu, bentrokan antardesa masih terjadi. ”Pendekatan keamanan selalu dikedepankan untuk mengatasi bentrokan. Sementara akar masalah bentrokan tak pernah diselesaikan,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com