Jangan Egois...Indonesia Itu untuk Semua!

Kompas.com - 28/06/2013, 13:04 WIB
Latief

Penulis

BEPPU, KOMPAS.com — Selama sepekan ini, segala hal berbau Indonesia menjadi "santapan utama" para mahasiswa internasional di kampus Ritsumeikan Asia Pacific University (Ritsumeikan APU) di Beppu, Oita, Jepang, mulai urusan kuliner sampai pentas seni budaya. Indonesia untuk semua.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, para mahasiswa Indonesia kembali menggelar Indonesian Week 2013. Tahun ini, pekan seni budaya tersebut mengambil tema “Indonesia for Everyone” sebagai agenda tahunan memperkenalkan keanekaragaman budaya Indonesia di kalangan mahasiswa dan komunitas internasional di Jepang.

Stan Indonesian Corner, misalnya. Di sini, para pelajar Indonesia mengajak para mahasiswa internasional menikmati pernak-pernik khas Indonesia. Bertemakan keanekaragaman budaya Indonesia dengan menonjolkan kebudayaan Padang, para pengunjung juga dapat menikmati berbagai makanan, permainan tradisional, serta mencoba mengenakan pakaian tradisional yang disediakan panitia. 

M Latief/KOMPAS.com Tak heran, seperti halnya pekan budaya dari mahasiswa asing lainnya, dari tahun ke tahun Grand Show di Indonesian Week selalu ditunggu, terutama penampilan Tari Saman.
Selama sepekan berlangsungnya Indonesia Week 2013, menu makanan di kafeteria atau kantin kampus ini juga dilengkapi menu masakan khas Indonesia. Bertema Ethnic Food, panitia menyuguhkan nasi goreng, siomay, dan batagor Bandung sebagai menu utama, serta lumpia dan kue cubit sebagai kudapan pendamping.

Sementara itu, acara Gema Angklung menjadi suguhan interaktif untuk mengenalkan angklung kepada mahasiswa internasional. Acara ini tidak hanya akan menampilkan pertunjukan semata, tetapi juga memberi kesempatan penonton yang umumnya mahasiswa dan alumni untuk mencoba memainkan angklung secara langsung. Selesai pertunjukan, angklung tersebut dibagikan kepada para mahasiswa internasional.

"Budaya itu universal, itu yang kami pelajari di sini. Karena itulah kami pilih tema Indonesia for Everyone. Saya pribadi merasa, hidup di tengah-tengah warga internasional di kampus ini kita perlu mengenalkan seni dan budaya Indonesia tanpa perlu harus merasa egois bahwa budaya Indonesia itu cuma milik kita, milik orang Indonesia," ujar Robertus Dwiputra Darmawan kepada Kompas.com seusai pergelaran Gema Angklung di Kampus Ritsumeikan APU, Kamis (27/6/2013).

Bersama ratusan mahasiswa Indonesia dan mahasiswa asing lainnya, Robertus ikut menyiapkan hajatan besar anak-anak Indonesia ini sejak akhir semester ganjil 2012 lalu. Persiapan khusus dirancang, terutama untuk menghadapi Grand Show, yaitu pertunjukan kolosal tari tradisional dan musik Indonesia yang dikemas apik dalam sebuah drama sebagai puncak Indonesia Week 2013 pada Jumat (28/6/2013) malam nanti. 

"Ini kolaborasi seni pertunjukan, musik, dan tarian tradisional Indonesia yang melibatkan para mahasiswa internasional lainnya sebagai pemain dan penari," ujar Robertus.

M Latief/KOMPAS.com Indonesia Week 2013.
Show off

Dilaksanakan pertama kali sebagai bagian dari Multi-Cultural Week pada 2002, pekan budaya ini awalnya hanya sekadar kegiatan sederhana kelompok mahasiswa dari beberapa negara untuk memperkenalkan bahasa dan budayanya ke mahasiswa negara lain. Seiring waktu, kegiatan ini berkembang dengan kegiatan promosi identitas negara yang semakin kompleks.

Seperti saling show off, setiap pekan budaya punya keunikan tersendiri yang dibanggakan untuk ditampilkan di hadapan para mahasiswa internasional. Tak heran, seperti halnya pekan budaya dari mahasiswa asing lainnya, dari tahun ke tahun Grand Show di Indonesian Week selalu ditunggu, terutama penampilan Tari Saman. 

"Tarian ini jadi ciri khas Indonesia Week dan selalu melibatkan mahasiswa asing sebagai penarinya. Kami tidak mencari penari profesional, tapi merekrut mereka (mahasiswa asing) untuk berlatih. Dengan begitu, mereka yang terlibat itu memahami Indonesia. Jadi, ini bukan soal hasil pertunjukannya, melainkan prosesnya," kata Robertus.

Hal tersebut diamini oleh Elisabeth Patuwo atau biasa dipanggil Lisa, yang bertanggung jawab sebagai pengajar tari tradisional untuk tarian dari daerah Jambi; Tari Rentak Besapih. Ia mengaku, di sinilah mentalnya diuji untuk memahami mahasiswa asing.

"Hal paling menantang dan menarik itu ketika atmosfer latihan menjadi tidak enak. Di sinilah saya harus memutar suasana supaya menjadi menyenangkan dengan berpikir kreatif agar mereka selalu menikmati tarian dan musiknya. Saya berusaha menjalani semua ini sebagai keluarga, menari bersama sebagai sebuah keluarga," ujar Lisa. 

"Walaupun mereka dan saya bukan penari profesional, kami yakin, dengan tetap berpikir positif serta saling percaya satu sama lain sebagai grup, dengan tarian ini kami bisa membuktikan inilah 'Indonesia for Everyone'," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau