Memperluas Akses Pendidikan Tinggi, dari Bidikmisi hingga Vokasi

Kompas.com - 14/10/2013, 09:42 WIB
Oleh Djoko Santoso

KOMPAS.com - Bicara memperluas akses, perguruan tinggi (PT) telah membuka pintu selebar-lebarnya bagi seluruh lapisan masyarakat yang ingin mengenyam pendidikan tinggi. Namun, tentu saja, mereka yang ingin masuk PT harus memenuhi kualifikasi dan persyaratan tertentu. 

Terkait hal itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) membantu mereka yang tidak mampu dengan memberi beasiswa Bidikmisi. Pada 2012 lalu, Kemdikbud menargetkan 40.000 mahasiswa menerima beasiswa ini. Tahun ini, Kemdikbud menargetkan 50.000 mahasiswa bisa meraih Bidikmisi.

Tentu saja, pemberian akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk masuk perguruan tinggi tersebut harus disertai dengan peningkatan kualitas perguruan tinggi itu sendiri. Karena itulah, segala hal terkait perguruan tinggi, mulai melakukan perencanaan sampai semua kegiatan akademiknya, terus ditingkatkan. Contohnya, dari sisi governance terus diperkuat sesuai dengan UU No 12 tahun 2012. Kemudian, UU tersebut dilengkapi dengan berbagai macam peraturan pemerintah dan peraturan menteri.

Namun demikian, dalam pemberian akses dan peningkatan mutu perguruan tinggi, Kemdikbud senantiasa memperhatikan perkembangan tuntutan atau kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, dalam penyediaan perguruan tinggi, Kemdikbud juga mempertimbangkan relevansinya sehingga perguruan tinggi dapat mencetak tenaga kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat. 

Di satu sisi, perguruan tinggi memang harus tanpa henti mengembangkan ilmu pengetahuan, yang dalam hal ini melakukan berbagai program akademik. Sementara di sisi lain, perguruan tinggi mengembangkan program-program studi yang dibutuhkan langsung oleh masyarakat, misalnya pendidikan vokasi. Apabila hanya ditempuh 1-2 tahun disebut Akademi Komunitas (AK), dan jika ditempuh selama 3 tahun disebut akademi, dan seterusnya.

Pada saat ini, Kemdikbud mulai membuat pilot project AK untuk program 1 tahun. Para lulusan SMA diberi pendidikan vokasi khusus, seperti peternakan, data IT, pemetaan, pertanian, peternakan, perkebunan dll, sesuai dengan kebutuhan masyarakat di sekitarnya atau kebutuhan secara umum. AK adalah pendidikan formal. Peserta didik yang berkualifikasi dapat melanjutkan D-2, D-3, atau pindah ke politeknik.

Secara ideal, sesuai UU, di setiap kabupaten/kota harus ada 1 AK, baik yang berbasis negeri maupun swasta, seperti di Jababeka, Cikarang, Jawa Barat. Pada 2012 lalu sudah berdiri 46 AK, menurut rencana akan ditambah lagi 126 AK pada 2013.

Untuk mendirikan  AK negeri, Kemdikbud  bekerja sama dengan pemerintah daerah. Berhubung bekerja sama dengan pemerintah daerah, pendidikan vokasi yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan daerah setempat sehingga potensi lokal dapat tergali optimal oleh putra-putri daerah. Sementara pengajar di AK adalah orang-orang yang menguasai bidangnya. Sesuai kerangka kualifikasi nasional, yang boleh mengajar harus bergelar sarjana strata dua (S-2) seperti magister atau sederajat.

Namun demikian, kalangan profesional yang memiliki keahlian setara dengan S-2 juga dapat mengajar di AK, terutama apabila kompetensinya diberi level dari 1-9. Level 9 merupakan yang tertinggi. Doktor ada pada level 9, sementara magister di lebel 8.

Kendati begitu, leveling di  kalangan profesional tidak semudah di kalangan akademisi. Namun, yang penting, bagi profesional adalah level 8 bisa mengajar, tidak harus magister. Ada juga instruktur cukup S-1, tapi harus berpengalaman di bidangnya hingga setidaknya pada level 8. Untuk ide leveling,  kedepannya akan dilakukan Dikti atau ada institusi tersendiri akan melakukannya.

AK ini sangat penting karena akan menyatukan antara pusat pertumbuhan ekonomi dengan masyarakat sekitarnya. Misalnya, seseorang bertugas melakukan pengukuran petak di perkebunan, keahlian untuk ukur tanah bisa dididik setahun atau dua tahun. Untuk itu, AK didirikan di perkebunan itu sehingga menyatukan pusat pertumbuhan ekonomi dengan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian, tidak ada lagi kesenjangan antara pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan sekitarnya. Nantinya, masyarakat juga bisa langsung menikmati keberadaan pabrik, perkebunan, pusat perikanan, dan lain sebagainya.

Mengenai program keempat Ditjen Dikti, yaitu meningkatkan daya saing, Kemdikbud telah melakukan beberapa strategi untuk mencapainya. Salah satunya adalah membantu 30 persen biaya riset yang dilakukan perguruan tinggi negeri (PTN).

Kemdikbud menilai, riset membuat mereka semakin kreatif dan inovatif. Tentu saja, hal itu akan menjadikan daya saing lulusan PTN semakin meningkat. Adapun pendanaan riset yang berasal dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dari dana BUPTN disalurkan kepada Kopertis untuk PTS.

Sementara itu, program penting lainnya terkait dengan daya saing, yaitu meningkatkan kemampuan SDM, terutama dosen. Mereka disekolahkan S-2 dan S-3, baik di dalam maupun di luar negeri.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau