KOMPAS.com - Tema percintaan merupakan tema yang tidak akan lekang dimakan waktu. Bayangkan, mampukah Anda menghitung berapa banyak lagu, drama, dan novel yang mengambil tema cinta?
Cinta melulu! Mulai cinta segitiga, cinta yang dipaksakan, hingga cinta monyet ala remaja. Tak heran, banyak orang awam maupun dari industri kreatif berupaya mengambil jarak dengan tema-tema yang mengangkat kisah-kisah cinta.
Memang, tidak ada yang salah dengan kisah-kisah bertema cinta. Cinta adalah salah satu babak dalam kehidupan manusia yang sangat penting. Tak heran, glorifikasi melalui aneka media selalu dilakukan.
Namun, dari sudut industri kreatif, cinta menjadi terlalu bising. Sebabnya, setiap detik cinta selalu digelontorkan, diumbar, dan berserak. Entah itu dalam format lagu, cerpen, novel, FTV, sinetron, dan lain sebagainya.
Urusan cinta-cintaan menjadi terlalu bising, dan akibatnya susah didengarkan. Mengapa bisa bising?
Barangkali, karena cinta dalam produk-produk kreatif tersebut sekadar sebuah rumus saja supaya bisa menjual. Pokoknya, seseorang harus membikin cerita bertema cinta, dengan plot yang sudah gampang ditebak, dengan adegan, dan bahkan dialog yang sudah standar.
Tidak mengherankan, cinta dalam cerita tersebut tidak menantang lagi untuk dikunyah. Gampangan!
Tapi, mungkin juga, orang-orang yang terlibat dalam penciptaan produk kreatif tersebut tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengelaborasi lebih dalam karyanya. Alhasil, karya yang sampai ke penikmat hadir dengan logika yang rumpang. Alih-alih menimbulkan efek yang mengesankan, karya-karya yang kurang matang itu justru sering jadi bahan olok-olok.
Ya, cinta justru menjadi komedi yang tidak lucu. Tengoklah judul-judul FTV yang sering dijadikan meme dan bahan olok di media sosial, sebutlah Cantik-cantik Koq Tukang Sedot Tinja? Kaleng Krupuk Pembawa Cinta, Ketemu Jodoh di Kandang Sapi, dan masih banyak lagi aneka bahan olok lainnya.
Itu pula yang menjadi keprihatinan dan pernah diangkat oleh sebuah band indie Efek Rumah Kaca dalam lagunya berjudul Cinta Melulu. Liriknya menyentil dengan pedas fenomena “cinta yang terlalu bising ini":
Nada-nada yang minor/
lagu perselingkuhan/
atas nama pasar semuanya begitu klise.
Harus Diungsikan
Bicara industri kreatif, permasalahan tidak lagi sesederhana yang kita pikir. Kita tak bisa begitu saja menyuruh rumah-rumah produksi, produser, atau penerbit untuk membuat karya yang "seperti ini", meski mengatasnamakan diri wakil penikmat. Banyak faktor yang memengaruhi tren bisnis itu.