Saya tergelitik menulis artikel ini ketika tanpa sengaja terlibat dalam sebuah review kerja di tempat refleksiologi ternama di mall Central Park Jakarta. Review kerja ini berlangsung secara informal.
Ketika sedang asik ngobrol bersama anak saya, seorang pelanggan berkebangsaan asing keluar dari tempat refleksiologi tersebut sambil bersungut-sungut. Ia marah karena ditelantarkan selama 20 menit tanpa adanya terapis pijat yang menanganinya.
Saya mencoba mengingat kembali isi percakapan yang terjadi. Pasti tidak akan sama persis. Saya belum tersertifikasi menjadi Forensic Lips Reader, yang bisa menganalisa gerak bibir dari kejauhan.
Tak lama, sang terapis pijat favorit yang seharusnya menangani pelanggan ini muncul dengan santai, dari arah luar mall. Ia ditegur.
“Mengapa tidak segera datang ? Bukannya sudah ditelpon M ?”
Sang terapis, sebutlah YSN, beralasan,”Tidak ada yang nelpon. Mungkin sinyal jelek ? ”
Manajer yang bertugas tidak puas dengan jawaban tersebut. Ia memanggil M dan YSN bersama-sama. Ia memastikan apakah M telah menelpon YSN. M memastikannya.
Akhirnya, YSN mengatakan,”Saya sering menerima telpon kerjaan. Begitu datang, ternyata nggak ada. Jadinya, saya gak nganggep”
Saya tersenyum mendengarkan pengakuan YSN.
Bukankah ini kisah “klasik” ? Kisah serupa ada dalam dongeng “si Kelinci Pembohong”. Mungkin Anda juga pernah memperlakukan anak Anda dengan cara seperti itu. Bahkan mungkin ada orang seperti M di dalam team Anda, dan Anda pernah mengalami kejadian seperti YSN.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.