Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Imelda Bachtiar

Alumnus Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Indonesia (UI) tahun 1995 dan Pascasarjana Kajian Gender UI tahun 2010. Menulis dan menyunting buku bertema seputar memoar dan pemikiran tokoh berkait sejarah Indonesia, kajian perempuan, Peristiwa 1965 dan kedirgantaraan. Karyanya: Kenangan tak Terucap. Saya, Ayah dan Tragedi 1965 (Penerbit Buku Kompas-PBK, 2013), Diaspora Indonesia, Bakti untuk Negeriku (PBK, 2015); Pak Harto, Saya dan Kontainer Medik Udara (PBK, 2017); Dari Capung sampai Hercules (PBK, 2017).

Sekolah Sarat Prestasi yang Diancam Dibubarkan

Kompas.com - 03/08/2016, 08:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Cara inilah yang kemudian segera menghilangkan jarak antara guru dan siswanya, menjadi seperti teman. Mereka tetap memanggil para guru dengan panggilan “Hojam”, tetapi bisa mengobrol seru layaknya teman seumuran.

Dalam buku tahunan lulusan SMP 2016, salah seorang gurunya menulis, “Di luar kelas, saya adalah kakak, tetapi di dalam kelas saya adalah guru. Bercanda di luar kelas, tetapi harus serius di dalam kelas.”  

Ada satu kegiatan lagi yaitu school trip. Bepergian bersama teman sekelas dan guru yang menurut anak saya paling seru dan tegang, adalah perjalanan ke Pulau Tidung.

Perjalanan dibayangkan sebelumnya, mereka akan menyewa perahu bermotor yang khusus disewa. Ternyata, gurunya mengajak mereka berbaur bersama nelayan dalam perahu kotok yang bau bensin. Tentunya di dalam perahu juga ada puluhan nelayan.

Sempat juga perahu ini mogok di tengah jalan karena kehabisan bensin. Mereka terombang-ambing cukup lama di tengah laut. Untung ceritanya baru kami dengar setelah mereka kembali pulang!

Saya pikir, pengalaman-pengalaman seperti inilah yang membentuk mereka menjadi unggul sesuai bakatnya masing-masing. Ada yang juara Olimpiade Sains Nasional (OSN), juara Math Olympics tingkat Asia dan Dunia, atlet basket pelajar tingkat nasional, dan segudang prestasi lainnya.

Pribadi Bilingual Boarding School bersama sekolah mitra kerja lainnya di Indonesia, seperti Pribadi Bandung, Kharisma Bangsa Tangerang Selatan, Semesta Semarang, Sragen Bilingual Boarding School, Fatih BBS Aceh, Teuku Nyak Arif BBS Aceh, dan Kesatuan Bangsa Yogyakarta, adalah sekolah peraih medali Olimpiade Sains Nasional (OSN) terbanyak di Indonesia.

Sekitar tahun 1995, presiden sebelum Erdogan pun mengakui bahwa ini kerjasama pendidikan yang berhasil.

Untuk mengukur kemampuan dan mematangkan mental siswa, Pribadi Bilingual Boarding School mengirim siswa-siswanya untuk berkompetisi, baik di cabang sains, sastra, seni, dan olahraga.

Setiap tahun, sekolah mengirimkan duta terbaiknya untuk berkompetisi di Olimpiade Sains Nasional, Indonesian Science Project Olympiad, Olimpiade Bahasa Turki Internasional/Uluslararas Türkçe Olimpiyatlar , Olimpiade Seni dan Bahasa Indonesia, dan beragam kompetisi lainnya.

Menarik menyimak hasil penelitian yang ditulis oleh Mudzakkir Ali (2015). Ia memberi pujian dan penghargaan terhadap lembaga-lembaga pendidikan kerjasama dua negara ini di Indonesia, dengan pernyataannya:

The quality of education is pivotal for the economic growth of nations. The educational initiatives such as PASIAD (Pacific Countries Social and Economic Solidarity Association) in Indonesia are brilliant for socio-economic development of nations however, how PASIAD is implemented in Indonesia and countries alike is unknown to management policy makers.

The current study fills this knowledge void and aims to discover the educational concept of PASIAD and its application in an Indonesian setting.

The data was collected by means of a Qualitative – naturalistic inquiry by conducting interviews from senior academics, employed in the Indonesian schools.

The results reveal various challenges and strengths of this system and its application in an Indonesian context.

The study is unique in a sense that it is pioneer in identifying the challenges and opportunities of PASIAD education in Indonesia. The results are useful for the decision makers to further improve the delivery and quality of this education program.”

(Lihat: “PASIAD Education System in Indonesia-Qualitative Investigation” oleh Mudzakkir Ali, Wahid Hasyim University, Semarang, Indonesia. MAGNT Research Report (ISSN. 1444-8939), Vol. 3. PP. 265-274).

Kerja sama kesembilan sekolah ini dengan Indonesa juga sampai ke tingkat universitas. Makalah dari konferensinya pada 19-21 Oktober 2010 di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta berikut ini, mungkin dapat menjawab rasa keingintahuan Anda tentang siapa lembaga dan tokoh di balik sekolah-sekolah Indonesia yang luar biasa ini.

Tak Kenal, Maka Anda Tak Sayang (Tak Tahu)

Beruntung, saya kenal luar-dalam sekolah ini. Bukan cuma karena saya orang tua siswa sejak anak saya bersekolah tingkat SMP, tetapi juga karena baru saja menulis dan merilis buku tahunan lulusan SMP tahun 2016.

Saya masih berbaik sangka, mereka yang menghujat atau melecehkan sekolah kami dan delapan sekolah lainnya, adalah karena semata-mata tidak tahu dan belum mempunyai pengetahuan tentang itu.

Mereka bukan berpandangan picik juga (yang disengaja) dengan menuduh sekolah kami mengajarkan kekerasan dan kebencian.

Salut untuk negara tercinta Indonesia yang dengan tegas segera menolak permintaan Presiden Erdogan, seperti yang dimuat Harian Kompas dua hari berturut-turut: 30 dan 31 Juli 2016.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com