KOMPAS.com - Lebih dari 160 mahasiswa Indonesia menerima beasiswa Erasmus+ tahun ini. Mereka akan menempuh program pertukaran pelajar dan program gelar untuk sarjana, pascasarjana, juga pascadoktoral di beberapa perguruan tinggi Eropa mulai tahun akademik 2016.
"Sejak 2004, sudah ada lebih dari 1.200 mahasiswa Indonesia memperoleh manfaat beasiswa ini. Bahkan, tahun ini kami punya penerima beasiswa program pascadoktoral," kata Delegasi Uni Eropa Charles-Michel Geurts pada pidato pelepasan mahasiswa di Jakarta, Sabtu (6/8/2016).
Eropa masih jadi destinasi studi favorit pelajar Indonesia. Pada 2015, sekitar 6.000 mahasiswa berangkat ke Eropa untuk menempuh studi sarjana dan pascasarjana.
"Sampai hari ini, 9.600 mahasiswa sedang menempuh pendidikan di Eropa," ucap Geurts.
Uni Eropa, lanjutnya, punya 4.000 perguruan tinggi dan 15.000 program pascasarjana berbahasa Inggris. Beberapa program bahkan masuk 100 besar perguruan tinggi unggulan dunia.
"Fasilitasnya mutakhir. Kesempatan penelitian tak terbatas," tuturnya.
Motivasi
Beasiswa Erasmus+ terbuka lebar bagi siapapun yang berani mencoba. Seleksi tak semata dinilai dari skor akademis melainkan pula semangat menimba ilmu.
"Awalnya saya pikir untuk dapat beasiswa ke luar negeri harus punya IPK tinggi, bahasa Inggris bagus sekali. Wah, kalau itu syaratnya saya merasa beasiswa itu bukan untuk orang seperti saya," ujar salah satu penerima besiswa program pertukaran pelajar untuk sarjana jurusan akuntansi, Fian Fachry Alfahmi.
Walau sempat tak "pede", dorongan teman-teman kuliah di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, membuat Fian berani mendaftar beasiswa itu. Tanpa diduga, mahasiswa yang sedang duduk di semester lima ini lolos dan berkesempatan mencicipi pendidikan di Rovira i Virgili University, Spanyol, selama 10 bulan.
"Ini akan jadi pengalaman pertama saya pergi ke luar negeri," kata Fian.
"Butuh waktu lama menyiapkan diri melamar beasiswa. Saya pun sering kali ditolak berbagai lembagai pemberi beasiswa. "Ditolak" seakan sudah jadi nama tengah saya," ucap Annisa.
Tak mau menyerah, ia pun mencoba melamar beasiswa Erasmus+.
"Ternyata diterima," lanjut Annisa.
Sebelum memutuskan melanjutkan studi ke Eropa, sebenarnya dia sempat dilanda keraguan. Cuaca dingin dan stigma "orang Indonesia" di mata masyarakat Eropa, tutur Annisa, sempat membuatnya khawatir.