Mau Kerja di Perusahaan Asing, Sudah Tahu Kebutuhan "Skill"-nya?

Kompas.com - 04/10/2016, 18:28 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

TOKYO, KOMPAS.com – Fanny Lupita (23) baru saja lulus dari program studi Manajemen Internasional di Ritsumeikan Asia Pacific University (APU). Saat itu, 2013, ia memutuskan bekerja di Jepang, negeri tempatnya mencari ilmu, untuk mencari pengalaman.

Begitu dinyatakan lolos seleksi Mitsui Sumitomo Bank yang berbasis di Tokyo, Fanny pun sontak bertolak dari Beppu, tempat sekolahnya berada sekaligus tempat domisilinya selama ini.

Meski sudah tinggal bertahun-tahun di Jepang, Fanny tetap harus beradaptasi dari nol seketika masuk ke dunia kerja di sana. Dia harus belajar cepat untuk mengikuti standar dunia karier Jepang.

Sudah begitu, dia juga harus bisa bertahan hidup di kota metropolitan yang dikenal dengan biaya hidup tinggi itu.

“Di sini standar kerjanya tinggi. Apa-apa dilakukan serba cepat dan tepat. Biaya hidup juga tinggi, tetapi setimpal dengan pendapatannya,” ujar Fanny saat ditemui Kompas.com di kantor APU Tokyo, Sabtu (24/9/206).

KOMPAS/WINDORO ADI Harajuku, di Distrik Shibuya, Tokyo, Jepang.

Di tempatnya bekerja, Fanny menangani Foreign Exchange Trade Fund (ETF)—transaksi valuta asing. 

“Kalau di kantor, saya berhadapan dengan enam layar monitor untuk memantau, menghimpun, dan menganalisis informasi mengenai kondisi pasar saham asing,” tutur Fanny.

Kata Fanny, ia perlu tahu apa saja yang mempengaruhi nilai indeks pasar mata uang, transaksi, dan kondisi makroekonomi negara-negara lain. 

Untuk pantauan pergerakan pasar keuangan Amerika Serikat—yang jam kerjanya pada pukul 20.30 sampai 04.00 waktu Tokyo—misalnya, Fanny mengejar informasinya sepagi mungkin pada keesokan hari. 

"Sumbernya bisa dari koran AS atau internet," sebut dia.

Nah, saat berada di kantor, Fanny dan rekannya mendiskusikan perkiraan pasar untuk hari itu berdasarkan hasil mereka menghimpun informasi tersebut.

"(Diskusi itu) namanya 'Market Update Meeting'. Dilakukan tiga kali dalam satu hari," ujarnya.

Pilih teratur atau kreatif?

Awalnya, aku Fanny, semua terasa sulit. Terlebih lagi, kemampuan bahasa Jepang-nya selama ini bisa dibilang hanya cukup untuk percakapan harian.

“Lalu kantor memberikan fasilitas untuk kursus bahasa Jepang. Kata mereka, bahasa Jepang saya masih kurang,” cerita Fanny.

Lama-kelamaan, ia pun terbiasa. Kuncinya, tegas dia, tekun belajar dan terus berlatih.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau