Dr Oen punya "tempat" sendiri di mata keluarga besar Mangkunegaran. Tak heran, ketika meninggal, upacara pelepasan jenazahnya dilakukan menggunakan tradisi Mangkunegaran, suatu kehormatan yang tentu tak bisa didapatkan oleh sembarang orang.
Tulus tanpa pandang bulu
Sehari berselang setelah kepergian Dr Oen yang meninggal pada 30 Oktober 1982, baik surat kabar nasional dan lokal mencoba mengulas kembali peran sang dokter. Kesimpulan dari beragam pemberitaan tersebut; publik jelas merasa kehilangan sosok Dr Oen, yang dikenal tulus dan tanpa pamrih mengobati pasien dan mungkin sulit ditemukan lagi di masa mendatang.
Ya, ketika pasiennya tidak mampu menebus obat, beliau tak segan untuk merogoh kocek pribadinya. Dia bahkan mulai membuka praktiknya sejak pukul 03.00 pagi!
Di bawah penanganannya, stereotip bahwa "sehat haruslah mahal" berhasil dipatahkan. Masyarakat yang sebelumnya melihat rumah sakit sebagai tempat yang "angker", kini mulai berani memeriksakan penyakitnya.
Berkat dedikasinya itu penduduk Surakarta pun memandangnya sebagai pengayom rakyat kecil.
Menambal sejarah
Menurut RM Daradjadi, ada semacam titik temu antara falsafah hidup Dr Oen dengan budaya Jawa. Dia sukses menerapkan ajaran sepi ing pamrih rame ing gawe atau bekerja keras tanpa mengharapkan imbalan material.
Sudah terbukti, meski terlahir sebagai Tionghoa, namun Dr Oen menghayati budaya dan tradisi Jawa. Di samping itu, dia juga berhasil menangkap pesan Mangkunagoro I (Pangeran Sambernyawa), yang tertulis dalam Serat Wedhatama, mengenai tiga poin penting kehidupan, yaitu: rumangsa melu handarbeni (merasa turut memiliki), melu hangrungkebi (turut bertanggung jawab mempertahankan), dan malat sarira hangrasa wani (berani mengoreksi diri).
Bagi RM Daradjadi, Dr Oen dianggap berhasil menerapkan dan menghayati poin-poin tersebut sebagai pegangan hidupnya.
Lewat buku tulisan Ravando ini, Dr Oen: Pejuang dan Pengayom Rakyak Kecil, sosok Dr Oen berhasil ditampilkan secara utuh. Selain itu, pembaca seolah dibawa untuk menyelami jiwa zaman yang sedang berkembang saat itu.
Ditulis dengan pendekatan historis, sumber yang digunakan pun bervariasi, mulai dari arsip, koran, buletin, majalah, buku peringatan, hingga wawancara. Melalui narasi hidup Dr Oen ini, diharapkan pelbagai kekosongan sejarah Indonesia, terutama di masa revolusi, dapat sedikit tertambal.
Selain itu, biografi ini juga dapat menjadi rujukan pembanding atas pelabelan economic animal yang kerap disematkan kepada orang Tionghoa. Rekam jejak Dr Oen telah membuktikannya.
BAGUS ZIDNI ILMAN NAFI/PENERBIT BUKU KOMPAS
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.