KILAS

Guru Ini Permudah Pengajaran Bahasa Inggris di Manokwari Selatan

Kompas.com - 25/11/2017, 14:56 WIB
Kurniasih Budi

Penulis

Budaya potensi sekaligus tantangan

Adat istiadat dan kebiasaan masyarakat Papua Barat tentu berbeda dengan masyarakat daerah lainnya. Sebagian orangtua yang berpendidikan sangat mendukung anak-anaknya untuk bersekolah. Tetapi, sebagian lainnya belum memiliki kesadaran itu.

Tak jarang anak-anak tidak hadir ke sekolah karena mereka pergi berburu. Aktivitas berburu di hutan merupakan cara untuk mengumpulkan makanan bagi masyarakat yang tinggal di pegunungan Manokwari Selatan.

“Mereka harus membantu orangtua mencari makan. Di sana masih banyak babi hutan dan tikus tanah yang diburu,” ujar Sahril.

Ia mengakui tantangan terbesar yang dihadapi adalah budaya setempat. Bila terjadi peristiwa duka seperti kematian, maka siswa yang keluarganya meninggal bisa tak masuk sekolah hingga sepekan. Alasannya, mereka harus tinggal di rumah selama beberapa hari sesuai aturan adat.

Ketidakhadiran siswa di sekolah berdampak mereka ketinggalan pelajaran. “Kami tidak bisa melawan adat mereka,” ungkapnya.

Inovasi dalam mengajar

Guna memotivasi semangat belajar anak, Sahril melakukan terobosan dalam pengajaran Bahasa Inggris. Keterbatasan kosakata siswa dalam berbahasa Indonesia dan pelafalan membuatnya harus memutar otak.

“Siswa sangat sulit melafalkan huruf “r” dan “l”. Mereka selalu terbalik-balik, seperti kata “lari” bisa diucapkan “lali,” ini yang perlu diajarkan lebih dalam,” katanya.

Ia mencoba mengajarkan Bahasa Inggris dengan menterjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Sou, bahasa yang biasa digunakan sehari-hari oleh masyarakat pegunungan di Manokwari Selatan.

Lelaki bersuku Bugis ini mengaku tak paham sepenuhnya Bahasa Sou. Tapi dia bertukar pengetahuan dengan siswa di kelas.

“Saya menerapkan sharing pengetahuan dengan siswa. Sehingga, saya bisa belajar Bahasa Sou dan mereka bisa belajar Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Ini jadi menarik. Guru bisa belajar dari mereka. Kami biasa bertukar pikiran,” tuturnya.

Menanamkan kebiasaan baik

Sahril bercita-cita besar terhadap perkembangan siswa-siswanya. Ia tak sekedar berharap mereka menguasai pelajaran yang diberikan di sekolah. Lebih dari itu, ia ingin siswa-siswanya juga memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan diri.

Hal sederhana yang diajarkan di sekolah adalah tepat waktu. Saat ini, masih banyak anak-anak yang mengerjakan tugas tidak tepat waktu. Kebiasaan untuk berdisiplin ia terapkan agar siswanya memiliki karakter yang baik.

”Saya ingin anak-anak bisa on time. Ini mulai dibiasakan di sekolah,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau