JAKARTA, KOMPAS.com - Setiap anak memiliki bakat dan potensi masing-masing yang tidak akan sama satu samalain. Sekolah harus mampu mengoptimalkan bakat dan potensi itu, seperti merancang berbagai aktivitas yang bertujuan untuk memotivasi anak meraih potensi terbaik mereka.
"Kita harus menyiapkan anak didik untuk bisa adatif dan berperan dalam masyarakat. Kami mengembangkan nilai-nilai itu melalui beberapa program dan harus terukur," jelas Yenny Chandra, Direktur Akademik Sekolah Perkumpulan Mandiri (SPM), pada diskusi tentang pilihan pendidikan untuk si kecil dan mengasah bakat dan potensinya, Senin (27/11/2017).
Yenny mengatakan banyak contoh kasus "turnaround" anak didik murid di sekolah yang menyediakan kelas mulai TK sampai SMA. Menurut dia, orang tua tidak perlu heran, apalagi khawatir sepanjang sekolah punya visi dan misi yang sama untuk mengarahkan anak didik dalam kurikulumnya.
Di SPM misalnya, lanjut Yenny, sejak 2009 pihak sekolah menerapkan prinsip pendidikan yang dituangkan oleh Stephen R. Covey, seorang ahli pendidikan, dalam 7 Habits of Highly Effective People. Ketujuh prinsip itu awalnya adalah prinsip pengembangan diri secara umum.
"Tapi kemudian bisa diadopsi menjadi prinsip pembelajaran holistik di dunia pendidikan," kata Yenny.
Adapun 7 prinsip itu meliputi Be Proactive atau bertanggung jawab saat mengambil inisiatif untuk melakukan hal yang benar. Kedua, Begin With The End in Mind atau menetapkan rencana ke depan dan menetapkan tujuan, karena pilihan yang tepat dapat menyebabkan kesuksesan.
Ketiga, Put First Things First atau mengerti cara mengatur prioritas. Keempat, Think Win-Win atau menyeimbangkan kebutuhan semua orang dalam konflik sambil mempertahankan kebebasan individu.
Sementara yang kelima adalah Seek First to Understand Then To Be Understood. Prinsip ini secara sederhana berarti keinginan untuk mendengarkan dan bersikap hormat terhadap orang lain.
Lalu yang keenam adalah Synergize atau membentuk sinergi melalui pembiasaan bekerja sama dalam tim. Adapun ke delapan adalah Sharpen The Saw atau artinya merawat tubuh, pikiran, hati dan jiwa seseorang melalui persahabatan dan interaksi.
"Maka, di sini kami (para guru) tidak hanya fokus untuk membentuk anak didik menjadi pemimpin dengan mengaplikasikan ketujuh prinsip itu di dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, tapi juga pada kegiatan lain dan kehidupan sehari-hari mereka di sekolah," tutur Yenny.
Ambil contoh adalah program Live in Experience atau kegiatan yang mengajak anak didik tinggal sementara di dalam komunitas tradisional. Yenny mengatakan, cara ini dibutuhkan agar anak didik bisa mengenal langsung budaya baru dan belajar bersosialisasi.
"Selain itu kami juga libatkan anak didik dalam proyek tahunan sekolah yang memberi kesempatan siswa memamerkan proyek-proyek dan analisa mereka di sekolah kepada publik, dan publik boleh memberikan pertanyaan-pertanyaan seputar proyek dan pembelajaran mereka di sekolah," kata Yenny.
Maureen, salah satu orang tua siswa kelas 12 SPM ini, mengakui banyak manfaat dari aktifitas yang dirancang sekolah untuk anak-anak didik tersebut. Banyak perubahan dialami si anak dalam perjalanan waktunya belajar di sekolah.
"Anak saya tidak lagi egois. Dia terlatih selalu untuk berkontribusi dalam lingkungan, sampai kemudian aktif di OSIS," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.