Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Digitalisasi, Upaya Menjaga "Harta Karun" Pencinta Alam Indonesia

Kompas.com - 17/12/2017, 22:53 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

"Kesulitannya di pengarsipan, dan juga waktunya juga lelah untuk mengurus koleksi foto-foto itu. Jadi, harus satu persatu scan koleksi foto. Kadang, ada juga foto yang sudah pernah di-scan. Jadi, kami dua kali kerja," kata laki-laki yang akrab disapa Pete itu.

Memulai sejak 2013, Wanadri kini berhasil mengalihmediakan ribuan foto berbagai format ke dalam bentuk digital. Banyaknya foto itu menimbulkan masalah pada media penyimpanan. Pemilihan media penyimpanan ribuan foto itu pada akhirnya juga menimbulkan masalah baru.

"Hardisk waktu itu tak pernah bisa digunakan. Waktu itu model hardisk yang dicolok ke listrik. Sudah yang ukurannya 10 terabyte. Mau simpan di Icloud juga masih pikir-pikir lagi soal urusan server. Foto-fotonya ada ribuan. Tapi, nanti harus saya konfirmasi ulang lagi," ujarnya.

Pentingnya foto bersejarah

Seperti halnya Mapala UI, sebagai organisasi penjelajah alam tertua di Indonesia, Wanadri,-- yang juga berusia 53 tahun, pun menganggap pentingnya dokumentasi foto "jadoel" yang menyimpan perjalanan sejarah organisasi.

Pete menyebut koleksi foto bersejarah Wanadri sangat penting. Hingga pada 2013, Dewan Pengurus Wanadri 23 membuat media data center untuk mendigitalisasi arsip-arsip foto mereka.

"Yang menjadi latar belakangny,a ya, karena pengelolaan data di Wanadri tidak diurus secara profesional sehingga pengamanan terhadap data juga sangat rentan hilang," ujarnya.

Bagi Mapagama UGM, foto-foto kegiatan sepanjang sejarah organisasi, bisa menjadi wawasan umum tentang dunia petualangan untuk masyarakat Indonesia. Bagi Manto, penjelajahan-penjelajahan Mapagama UGM nantinya bisa menjadi bukti dan bisa bermanfaat.

"Sudah dibua soft file semua dan disimpan di sekretariat dalam bentuk hardisk. Slide positif disimpan di tempat senior yang menangani. Sekretariat tak lagi menyimpan slide positif. Jadi, pengelolaan fotonya kita masukkan inventaris, bagian kerumahtanggaan, baru kemudian diatur dan disimpan. Setiap tahun dicek keadaannya. Masih ada atau tidak," kata Manto.

Ketua Umum Mapala UI, Yohanes Poda Sintong Siburian, mengatakan proses digitalisasi ribuan koleksi foto Mapala UI adalah hal penting dilakukan. Tanpa proses itu, menurut dia, koleksi foto akan rusak seiring perkembangan zaman.

"Foto Mapala UI itu adalah kekayaan dan aset. Kami memang harus memerhatikan itu, karena sejarah itu merupakan kebanggaan dan pelajaran yang tak semua orang punya. Foto-foto kami itu bagian dari perjalanan sejarah Mapala di Indonesia," kata mahasiswa yang akrab disapa John.

Menurut dia, sebagai salah satu pelopor pencinta alam di Indonesia, Mapala UI memiliki segudang foto yang menjadi bagian sejarah kepencintaalaman di Tanah Air. John menyebut dalam koleksi foto itu tersimpan beragam cerita perjalanan warga negara Indonesia ke daerah-daerah yang ada di Indonesia dan di seluruh dunia.

John menekankan bahwa masih banyak yang menyepelekan dokumentasi foto "jadoel" di tengah kemudahan akses fotografi saat kini. Mapala UI belajar dari keterlambatan untuk menyadari betapa berharganya cerita yang ada di dalam foto.

"Seharusnya itu sudah bisa disadari sejak awal dan bisa di-maintain dengan rapi sebagai organisasi," tambahnya.

Ke depannya, lanjutnya, Mapala UI bermimpi untuk membuat museum pencinta alam Indonesia. Rencana tersebut bisa terintegrasi dengan Universitas Indonesia maupun dengan pencinta-pencinta alam di Indonesia.

"Atau, mungkin pencinta alam di dunia kami mewakili Indonesia, sangat mungkin. Tapi, kami mulai dengan pameran di 2019. Pameran ke masyarakat luas, karena seperti saya sebutkan, foto-foto ini merupakan bagian dari sejarah Indonesia," ujarnya.

Dari semua rencana itulah, "harta karun" dunia pencinta alam Indonesia tetap terjaga, entah sampai kapan...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com