Bondhan Kresna W.
Psikolog

Psikolog dan penulis freelance, tertarik pada dunia psikologi pendidikan dan psikologi organisasi. Menjadi Associate Member Centre for Public Mental Health, Universitas Gadjah Mada (2009-2011), konselor psikologi di Panti Sosial Tresna Wredha “Abiyoso” Yogyakarta (2010-2011).Sedang berusaha menyelesaikan kurikulum dan membangun taman anak yang berkualitas dan terjangkau untuk semua anak bangsa. Bisa dihubungi di bondee.wijaya@gmail.com. Buku yang pernah diterbitkan bisa dilihat di goo.gl/bH3nx4 

Depresi pada Remaja dan Cara Mengatasinya

Kompas.com - 29/01/2018, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Pada sesi berikutnya saya tanyakan beberapa hal detail mengenai teman barunya, apakah Budi sudah tahu namanya, sekolahnya di mana, rumahnya di mana, berapa bersaudara, dll.

Setiap minggu akan selalu ada tugas baru yang bertujuan menambah kepercayaan diri, berinisiatif, dan memulai pembicaraan. Tugas ini akan saya gali kalau gagal terlaksana, apa sebabnya, dan akan diulang lagi pada penugasan minggu berikutnya.

Pada setiap sesi saya akan melakukan mood check, perasaan apa yang muncul dalam seminggu dan dalam skala brapa 1 sampai 10.

Hal yang ketiga adalah, seperti saya sampaikan di poin kedua. Gunakan flashcard. Apa itu? Itu semacam kartu skala emosi untuk mengidentifikasi perasaan dan perkembangannya.

Setiap emosi, seperti takut, cemas, marah, senang, bingung, dan lain-lain dibuat skalanya 1 sampai 10. Apa masalah-masalah yang muncul dalam penugasan, dan bagaimana mengatasinya.

Saya biasanya selalu mendorong Budi berpikir sendiri bagaimana solusinya dan membantunya memonitor hasilnya.

Hal yang keempat adalah tetap fokus. Dalam perjalanan terapi yang berlangsung beberapa bulan. Pasti selalu ada hal-hal lain yang mengganggu. Misalnya, karena sudah agak pede. Budi ingin "nembak" cewek, nah ini saya akan usahakan untuk ditunda dulu sampai tujuan-tujuan kecilnya tercapai, dan tujuan besarnya beres. Jangan sampai hal-hal di luar tujuan utama nanti merusak proses terapi.

Hal yang terakhir, selalu tanyakan feedback atau umpan balik mengenai proses terapi. Perasaan terpaksa untuk mengikuti terapi, misalnya karena ditanyain terus sama orangtuanya mengenai perkembangan nilai pelajaran lalu membuat Budi tertekan, penting untuk diidentifikasi.

Sehingga konselor bisa mengingatkan orangtuanya untuk lebih bersabar, tidak membuatnya under pressure. Sehingga perkembangan tidak lagi ditanyakan langsung, tapi lewat saya.

Total waktu yang saya butuhkan cukup lama, karena proses building  rapport atau proses “perkenalan” juga tidak mudah, itu saja berlangsung dua bulan. Proses terapi berlangsung selama hampir enam bulan dengan sesi seminggu sampai dua minggu sekali.

Waktu itu terapi sudah beberapa bulan selesai, saya juga sudah lama pamitan dengan kepala sekolahnya.

Baru nongkrong di kampus tiba – tiba masuk sms (waktu itu belum ada whatsapp) di hape jadul saya. Saya lihat pengirimnya, dari Budi. “Mas…Alhamdulillah, saya keterima di Teknik Mesin UGM. Terima kasih banyak mas…” Khas Budi, sms-nya pendek-pendek, to the point.

“Sama-sama Budi...,” saya balas smsnya pendek juga, lalu saya tutup hape saya dan berjalan sambil senyum2 sendiri. Bahagia itu sederhana…


Sumber :
Beck, J.S. (2011). Cognitive behavior therapy: Basics and beyond (2nd ed.). New York, NY: Guilford Press

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau