Pada artikel minggu sebelumnya saya menceritakan mengenai institusi pendidikan sejak jaman Sriwijaya hingga jaman kolonial dan kemudian munculnya inisiatif tokoh-tokoh pribumi untuk mendirikan sekolah swasta sendiri seperti Madrasah Muallimin Muhammadiyah, Taman Siswa, INS Kayutanam, dan sekolah-sekolah swasta pribumi yang lain.
(Baca: Sejarah Institusi Pendidikan di Nusantara (1))
Selain sekolah-sekolah swasta pribumi pertama tersebut, pada jalur resmi pendidikan di Hindia Belanda seorang anak pribumi yang mampu bisa masuk HIS (Hollandsche Indlandsche School) pada usia 6 th dan umumnya tidak melalui jenjang Kelompok Bermain (Speel Groep) atau Taman Kanak-Kanak (Voorbels) yang usia masuknya 4 tahun dan kebanyakan orang Eropa.
Sehingga langsung masuk HIS selama 7 tahun belajar untuk mendapatkan ijazah sekolah dasar. Bagi masyarakat keturunan Tionghoa biasanya memilih jalur HCS (Hollands Chinesche School) karena selain bahasa pengantar Belanda, juga diberikan bahasa Tionghoa. HIS ini yang kemudian diadaptasi pemerintah Republik Indonesia (RI) menjadi Sekolah Dasar (SD) yang saat ini dilalui dalam jangka waktu 6 tahun.
Selain HIS pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan Tweede Inlandsche School atau Sekolah Kelas Dua atau Sekolah Ongko Loro merupakan Sekolah Rakyat atau Sekolah Dasar dengan masa pendidikan selama Tiga Tahun dan tersebar di seluruh pelosok desa. Maksud dari pendidikan ini adalah dalam rangka sekedar memberantas buta huruf dan mampu berhitung.
Bahasa pengantar adalah bahasa daerah dengan guru tamatan dari HIK (Holandsche Indische Kweekschool) . Bahasa Belanda merupakan mata pelajaran pengetahuan dan bukan sebagai mata pelajaran pokok sebagai bahasa pengantar. Namun setelah tamat sekolah ini murid masih dapat meneruskan pada Schakel School selama 5 tahun yang tamatannya nantinya akan sederajat dengan HIS. Tokoh Indonesia seperti HAMKA, Soeharto, dan Adam Malik merupakan lulusan sekolah ini.
Guru-guru formal pribumi pertama adalah guru tamatan HIK yang kemudian mengajar di Sekolah Kelas Dua ini. Kweekschool adalah salah satu sistem pendidikan di zaman Hindia Belanda, terdiri atas HIK (Holandse Indische Kweekschool, atau sekolah guru bantu yang ada di semua Kabupaten) dan HKS (Hoogere Kweek School, atau sekolah guru atas yang ada di Jakarta, Medan, Bandung, dan Semarang, salah satu lulusan HKS Bandung adalah Ibu Soed.
Europese Kweek School (EKS, sebangsa Seolah Guru Atas dengan dasar bahasa Belanda dengan maksud memberi ijazah untuk mengajar di sekolah Belanda, yang berbeda dengan HKS) yang hanya diperuntukan bagi orang Belanda atau pribumi ataupun orang Arab/Tionghoa yang mahir sekali berbahasa Belanda, dan hanya ada di Surabaya. Pada waktu itu misalnya satu kelas ada 28 orang, maka terdiri 20 orang Belanda, 6 orang Arab/Tionghoa, dan 2 orang pribumi.
Selain itu juga dikenal HCK atau Hollandsche Chineesche Kweekschool khusus untuk yang keturunan Tionghoa. Di mana, salah satu lulusan HCK adalah P.K. Ojong yang merupakan pendiri Grup Kompas-Gramedia.
Di Muntilan ada Katholieke Kweek School atau sebangsa seminari khusus untuk guru beragama Katholik yang didirikan pada tahun 1911 dengan nama Kolese Xaverius Muntilan, lulusannya (yang pandai main musik) adalah antara lain Cornel Simanjuntak. Setelah K.H.A. Dahlan mengujungi Muntilan, maka beliau juga terinspirasi mendirikan bagi orang Islam, yaitu Muallimin di Yogyakarta pada tahun 1918.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.