Apa bila siswa tidak datang ke sekolah karena mesti hadir dalam acara adat, lanjut Anci, mereka akan datang sendiri untuk bersekolah lagi.
“Siswa tidak mesti dicari, mereka akan datang sendiri. Apalagi, kalau alasannya karena takut Suanggi,” ujar pendidik yang mengikuti program Guru Garis Depan itu.
Masyarakat pedalaman Papua dan Papua Barat memiliki konsep tentang mahluk gaib yang bisa mengancam hidup manusia. Suanggi, begitu mereka menyebutnya.
Guru asal Sulawesi Selatan itu menilai kepercayaan tentang Suanggi begitu kuat di masyarakat pedalaman.
Bahkan, makam anggota keluarga yang baru saja meninggal dunia wajib dijaga selama beberapa hari. Supaya, jenasah keluarga yang meninggal itu tak dicuri Suanggi.
Masyarakat pedalaman di Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat percaya Suanggi bisa digunakan pihak tertentu untuk membunuh orang yang tidak disukai.
Begitu menyeramkannya Suanggi hingga membuat sebagian masyarakat pedalaman Manokwari Selatan tak mau keluar rumah pada malam hari. Bila terpaksa, mereka akan melakukannya berkelompok.
Untuk mencegah Suanggi datang, orang yang sakit mesti dijaga. Seluruh anggota keluarga akan berkumpul dan melindungi si sakit.
Tidak boleh ada anggota keluarga yang pergi dari kediaman. Termasuk, anak-anak yang mestinya belajar di sekolah.
Menurut Anci, murid-muridnya umumnya tak bisa hadir di kelas karena adanya kepercayaan masyarakat seperti itu.
Salah satu siswanya bahkan ada yang tidak hadir di kelas selama sekira sebulan karena mesti menjaga kakaknya yang sakit.
“Kalau ada yang sakit, harus berjaga di rumah. Jangan sampai ada suanggi yang menyelinap. Ia harus dijaga seluruh anggota keluarga,” tuturnya.
Lepas dari rangkaian upacara adat, ada juga siswa yang belum memiliki kesadaran untuk berpendidikan, utamanya yang tinggal di pegunungan.
“Guru mesti menghampiri ke rumah mereka dan bertanya kenapa tidak sekolah,” katanya.
Komitmen Guru Garis Depan