KOMPAS.com - Minggu lalu di artikel "Ternyata Ada Rumus Psikologi untuk Membuat Jatuh Cinta“ saya membahas mengenai jatuh cinta. Bagaimana dengan putus cinta? Apakah Anda termasuk orang sulit melupakan mantan?
Kapan terakhir kali Anda putus cinta? Apa yang Anda lakukan? Mengurung diri di kamar mendengar lagu-lagu sedih berulang-ulang, berhari-hari, atau malah berminggu-minggu?
Menurut penelitian berjudul “Romantic Breakups, Heartbreak and Bereavement “ yang terbit pada jurnal Scientific Research edisi bulan Mei 2011, berlama-lama “menikmati” rasa patah hati menimbulkan efek serius pada kesehatan mental. Bahkan bisa merembet pada kesehatan fisik.
Apakah ada penelitian psikologi terpercaya untuk membantu kawan-kawan kita susah "move-on" ini? Adakah "rumus psikologi" supaya perasaan tidak tersayat-sayat berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun?
Jawabannya: Ada!
Penelitian terbaru tahun 2018 oleh Sandra Langeslag, Doktor psikologi University of Missiouri yang terbit pada Journal of Experimental Psychology edisi bulan Mei 2018 menjawab pertanyaan itu.
Langeslag melakukan penelitian pada sekelompok pria dan wanita berumur 20-37 tahun yang baru saja putus cinta. Ada yang baru 2 bulan pacaran lalu putus sampai yang sudah menjalin hubungan selama 8 tahun.
Dalam penelitian mereka dibagi menjadi 2 kelompok, salah satunya kelompok kontrol atau tidak diberikan intervensi apapun. Sementara kelompok penelitian lain diminta melakukan tiga strategi mengatasi (coping strategies) sedihnya patah hati.
Dari situ kemudian diteliti keampuhan cara-cara tersebut. Apa saja strateginya?
1. Negative Re-Appraisal.
Beberapa minggu atau beberapa bulan secara rutin peserta diminta memfokuskan diri pada sifat-sifat negatif sang mantan. Mereka diminta mengingat-ingat situasi tidak menyenangkan ketika masih bersama, dan menyebutkan hal-hal tidak disukai lainnya.
2. Love Re-Appraisal.
Teknik ini mendorong seseorang “menerima” kondisi apa adanya. Bahwa putus cinta itu wajar. Harus ikhlas. Setiap orang punya sisi positif dan negatif, jadi jangan menghakimi mantan. Percayalah bahwa “mencintai itu tidak harus memiliki”.
3. Distraction.
Peserta diminta menyibukan diri dengan hal-hal lain menyenangkan yang bisa melupakan masa lalu. Buang hobi lama yang pernah dilakukan bersama mantan, misalnya menghindari hindari tempat makan favorit bersama mantan, atau jangan pergi ke tempat-tempat tertentu yang sering dikunjungi bersama mantan. Carilah hobi baru yang menyenangkan namun benar-benar berbeda.
Setelah beberapa minggu peneliti kemudian memeriksa semua peserta dari kedua kelompok dengan enchepalogram (EEG) untuk merekam aktivitas otak.
Ketika proses EEG sedang berlangsung, peserta diperlihatkan foto-foto sang mantan. EEG secara spesifik mengukur Late Positive Potential (LPP), yaitu teknik untuk mengukur tingkat emosi dan perhatian, seberapa banyak aktivitas elektrik otak ketika peserta diperlihatkan foto mantan menunjukkan tingginya tingkat perhatian.
Hasil pengukuran dikombinasikan dengan kuis respon emosi yang diisi oleh peserta (self-assessment) untuk melihat konsistensi data. Bagaimana hasilnya?
Kelompok peserta yang melakukan ketiga strategi di atas menunjukkan respon emosi lebih sedikit ketika melihat foto-foto mantan dibandingkan dengan peserta tidak melakukan strategi apapun (kelompok kontrol).
Artinya bahwa strategi untuk move-on tadi bisa dibilang ada efeknya.
Namun apa efek positif dan negatif dari masing-masing strategi? Manakah strategi yang paling efektif? Atau kombinasi strategi apa yang paling efektif?
Terdapat 2 dimensi perasaan digunakan untuk melihat efektivitasnya, yaitu perasaan cinta pada mantan dan perasaan bahagia.
Teknik negative re-appraisal dapat mengurangi perasaan cinta pada mantan, namun sekaligus juga mengurangi perasaan bahagia secara keseluruhan. Akhirnya justru membuat peserta lebih banyak murung dibanding saat penelitian dimulai.
Sedangkan teknik love re-appraisal tidak memiliki efek apapun, perasaan cinta pada mantan tidak berubah, perasaan bahagia juga tetap sama sebelum dan sesudah teknik ini dilakukan.
Sementara itu teknik distraction ternyata tidak mengubah perasaan cinta pada mantan, tapi perasaan bahagia meningkat.
Jadi bagaimana? Apa sebaiknya harus dilakukan?
Menurut saya, mungkin ada baiknya mengkombinasikan teknik pertama dan ketiga. Tinggalkan teknik kedua.
Misalnya begini, sebut saja namanya Leonel Messi. Messi pernah menjalin hubungan selama hampir 5 tahun. Mereka ke mana-mana bersama. Makan siang hampir selalu bersama, senang-susah bersama.
Sampai suatu hari Messi ingin melamar, namun apa mau dikata kedua orangtuanya menolak. Ibunya sejak awal sudah tidak terlalu suka dengan Messi, bapaknya menolak tegas. Sang mantan tidak berani melawan kehendak orangtuanya, pamali katanya.
Messi hancur lebur. Cinta tulus dan mendalam dipupuk bertahun-tahun kandas. Karam. Apalagi sejak itu mantannya mulai menjauhinya. Messi seperti linglung untuk beberapa minggu.
Untung Messi tidak bunuh diri, meski sekelebat sempat terlintas dalam pikirannya. Messi masih ingat Tuhan. Lalu dengan maksud melupakan, Messi “pergi ke barat”. Bukan mencari kitab suci seperti Kera Sakti, tapi untuk sendirian napak-tilas ke tempat-tempat yang pernah dikunjunginya dengan bersama mantan.
Messi memang hobi jalan-jalan dan ingin menenangkan diri. Selain posting foto-foto seorang diri di Instagram, Messi juga rutin update status di Twitter dan Facebook. Isinya kebanyakan mengenang kebaikan dan semua sisi positif sang mantan.
Bukannya lupa, Messi justru makin menderita dan meratap-ratap berbulan-bulan karena strategi untuk "move-on " terbalik seratus delapan puluh derajat.
Apa yang seharusnya dilakukan Messi? Sebenarnya sederhana, tapi harus konsisten setidaknya dalam beberapa bulan.
Pertama, buatlah list atau pikirkan setiap hari hal-hal tidak menyenangkan selama bersama mantan. Pikirkan juga sifat dan perilaku negatif yang pernah dilakukan mantan.
Tentunya ini cukup untuk konsumsi pribadi saja, tidak disebarkan. Kalau sampai bocor, jelas malah akan menambah masalah baru.
Kedua, lakukan hobi lain misal membaca buku, menulis, melukis, mancing, bertani, atau jalan-jalan ke tempat baru. Jangan malah napak tilas.
Sumber :
http://psycnet.apa.org/record/2017-37800-001
https://file.scirp.org/pdf/PSYCH20110400016_74393857.pdf
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.