Literasi Media dan Kabar Bohong yang Beredar Cepat

Kompas.com - 21/08/2018, 11:32 WIB
Heru Margianto,
Amir Sodikin

Tim Redaksi

 Siapa bertanggungjawab?

Lalu, siapa yang bertanggungjawab terhadap persoalan literasi digital? Sejauh mana negara perlu berperan?

“Saya tidak percaya pada negara. Di Filipina, Presiden Duterte adalah salah satu sumber informasi palsu. Negara memproduksi informasi palsu demi menjustifikasi kebijakannya yang ngawur,” ujar Associate Editor Philipphines Daily Inquirer John Nery.

Dalam hal narkoba, kata Nery, Duterte mengeluarkan klaim angka bombastis untuk membenarkan kebijakannya menembak mati mereka yang disangka terlibat narkoba.

Sebagaimana dilaporkan Rappler,  Duterte memang pernah mendapat kritik tajam dari wartawan senior Fiipina Ellen Tordesillas yang kini mengelola Vera File, organisasi nirlaba yang begerak dalam isu cek fakta dan disinformasi.

Tudingan itu disampaikan Tordesilas di hadapan senat awal tahun ini. Senat mengundang Tordesilas untuk mendengar kondisi terkini mengenai diinformasi di Filipina.

Duterte mengklaim bahwa ada 4 juta pecandu narkoba di negara ini. Faktanya, angka resminya hanya 1,8 juta. 

Ketua Klub Jurnalis Thailand (CTJ) Pramed Lekptech juga tidak percaya pada upaya negara dalam mengembangkan literasi digital. 

“Bagaimanapun negara dikuasai oleh para politisi yang justru kerap menggunakan hoaks sebagai senjata untuk menyerang lawan-lawan politik mereka,” kata dia.

Namun, tidak semua pesimis terhadap negara. Pemerintah Malaysia melalui Komisi Mulitmedia dan Komunikasi Malaysia (MCMC) mendirikan sebenarnya.my, sebuah situs yang berisi aneka klarifikasi mengenai informasi simpang siur yang beredar di masyarakat.

Di Indonesia, situs serupa bernama cekfakta.com. Bedanya, situs cekfakta.com dinisiasi oleh media-media online Indonesia secara mandiri, bukan inisiatif pemerintah.

Di singapura, ada SURE yang dinisiasi oleh perpustakaan nasional Singapura. Situs ini berisi berbagai materi soal literasi digital. Misalnya, ada panduan praktis dalam bentuk video tentang apa yang harus dilakukan ketika mendapat informasi yang meragukan.

Materi tidak hanya disusun untuk orang dewasa, tapi juga untuk anak-anak sekolah.

Literasi digital terutama dibutuhkan bagi orang dewasa. Sebab, anak-anak memiliki orangtua yang bisa memberi tahu mana yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Nah, untuk orangtua, siapa yang memberitahu?” ujar David Tay, Wartawan The Straits Time, Singapura.

Media juga punya tanggungjawab moral dalam meproduksi konten yang benar. Steven Gan mengingatkan, dunia boleh berubah, tapi jurnalisme yang benar tidak boleh berubah. 

“Verifikasi. Check, recheck, double check, independen,  obyektif, mencari kebenaran informasi sampai ke akar-akarnya, tetap harus dipraktikkan,” ujar Steven.


Indonesia

Bagaimana dengan Indonesia? Jangankan bicara soal literasi digital, literasi media saja pekerjaan rumahnya banyak sekali.

Literasi Indonesia berada di peringkat 60, posisi kedua terbawah dari 61 negara yang diteliti Central Connecticut State University sepanjang 2003-2014. Peringkat Indonesia itu hanya lebih baik dari Botswana.

Ada lima indikator yang dijadikan ukuran baik tidaknya literasi di suatu negara yaitu, akses terhadap perpustakaan, surat kabar, input dan output pendidikan, dan ketersediaan komputer.

Berapa banyak orang Indonesia memiliki minat baca? Menurut UNESCO (2012), minat baca masyarakat Indonesia baru 0,001 persen. Di antara 250 juta penduduk Indonesia, hanya 250.000 yang punya minat baca.

Anak-anak Indonesia membaca hanya 27 halaman buku dalam satu tahun (UNESCO, 2014). 

Tapi, literasi digital memang tidak terkait dengan pendidikan. Di Indonesia, pernah seorang mantan menteri, berpendidikan tinggi, pernah menjadi presiden sebuah partai politik, mentwit berita hoaks soal Rohingya. 

Meskipun akhirnya yang bersangkutan minta maaf dan mengapus twitnya, ini membuktikan literasi digital memang tidak terkait dengan pendidikan.

Literasi digital memang  persoalan di banyak negara. Di Amerika Serikat, Pilpres yang dimenangkan Trump pun dikendalikan oleh berita-berta bohong. 

Kita hanya berharap, semoga para politisi kita, di pihak sana dan situ, tidak memproduksi berita bohong atau kampanye hitam untuk saling menyerang satu sama lain di Pilpres mendatang. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau