Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 19/09/2018, 23:33 WIB

KOMPAS.com — Apa itu hyper-parenting atau pola asuh "lebay" (berlebih)? Hal tersebut meruakan pola asuh orangtua yang "memacu" anak untuk terus "berlari kencang". 

Alvin Rosenfeld, psikiater lulusan Cornell University and Harvard University, menyebutkan pola hyper-parenting sebagai pola asuh fasis dan menjauhkan anak dan orangtua dari hal-hal menyenangkan yang seharusnya bisa mereka lakukan.

Menurut Rosenfeld, pola hyper-parenting banyak diterapkan keluarga kelas menengah ke atas. Mereka lebih sering khawatir atas kehidupan anak mereka yang sebenarnya baik-baik saja.

Menurut pakar lain, Terri Apter, seorang ahli psikiatri remaja dari Newnham College, Cambridge, kecenderungan orangtua untuk "memaksa sempurna" anak-anaknya ini dipicu oleh motivasi dan tuntutan yang dibentuk oleh lingkungan sekitarnya.

"Ada anggapan bahwa hal ini adalah pola asuh baru. Orangtua harus mengeluarkan semua potensi anak di usia muda jika orangtua tidak mau kecewa di kemudian hari," kata Apter.

Baca juga: Pengasuhan Lebay Abaikan Potensi Anak, Ini Ciri-Cirinya

Apa dampak negatif dari pengasuhan "lebay" ini terhadap perkembangan anak? Forum Sahabat Keluarga dari Kemendikbud menyebutkan ada 6 dampak negatif dari pola asuh ini:

1. Kurang terampil bersosialisasi

Nurul Mufidah dan Muhammad Rifqi dalam penelitiannya yang berjudul "Hyper-parenting Effects Toward Child’s Personality in Stephen King’s Novel Carrie" menemukan sejumlah dampak negatif dari penerapan pola asuh anak ini.

"Hyper-parenting akan membuat anak kurang percaya diri, kurang mandiri, mudah menyerah, mudah cemas, dan takut menghadapi dunia luar. Selain itu, anak juga menjadi kurang terampil dalam bersosialisasi,” tulis kedua peneliti.

2. Emosi kaku dan sulit dikontrol

Menurut keduanya, hyper-parenting akan menyebabkan anak mempunyai emosi kaku dan sulit dikontrol. Selain itu, anak yang terlalu terbebani dengan aturan dan tugas juga akan membuat tenaga dan pikirannya terkuras, yang bukannya tidak mungkin akan berujung pada masalah kesehatan si anak itu sendiri.

3. Gangguan aktivitas fisik

Hal ini dijelaskan oleh Ian Janssen dalam risetnya yang berjudul "Hyper-parenting is Negatively Associated with Physical Activity Among 7–12 Year Olds."

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+