Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Patria Gintings, MA
Praktisi Komunikasi

Praktisi dan konsultan komunikasi dengan pengalaman lebih dari 10 tahun; Komisaris di LM Brand Strategist; Lulusan S2 Leeds University Business School program studi Advertising & Marketing.

Tutupnya Path dan Terancamnya Masa Depan Penulisan Sejarah

Kompas.com - 25/09/2018, 06:54 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebagai seorang praktisi komunikasi, saya memang melihat berbagai unggahan pengguna media sosial sebagai sumber data untuk menganalisa kebiasaan dan preferensi netizen.

Akan tetapi, sebagai seorang yang pernah mempelajari ilmu sejarah secara akademis, saya juga melihat berbagai unggahan yang ada sebagai calon-calon sumber sejarah di masa depan.

Sebagai contoh sederhana untuk menjelaskan yang saya maksud, kita cukup mengingat tentang sosok dan pemikiran Kartini.

Saat kita mengenang cerita Kartini, banyak sumbernya yang berasal dari kumpulan surat yang ditulis Kartini, yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Jika tidak ditemukan surat-surat itu, mungkin sampai sekarang kita tidak akan kenal Kartini dan tidak akan memahami pemikiran dan visinya tentang pemberdayaan perempuan di Indonesia.

Apabila surat di zaman Kartini merupakan salah satu medium bercerita yang utama, pada zaman sekarang sudah lebih banyak orang yang mencurahkan pemikirannya, menceritakan perjalanan hidupnya, serta mengunggah foto dan video kenangannya di layanan media sosial.

Itu yang saya maksud dengan memandang berbagai unggahan netizen sebagai calon sumber sejarah.

Nantinya, 10 tahun atau 30 tahun atau bahkan 50 tahun lagi, saat seseorang ingin menulis sebuah peristiwa bersejarah pada 2018, misalnya, sudah hampir pasti dia perlu pula mencari dan mempelajari berbagai unggahan netizen di media sosial.

Media sosial dan sejarah

Persoalannya, bagaimana jika 50 tahun lagi seluruh data yang ada di media sosial sekarang sudah hilang, karena layanan media sosialnya sudah tutup seperti Path, Friendster, dan Multiply?

Hal itu berarti hilangnya berbagai data yang di masa depan sebenarnya dapat menjadi sumber yang sangat dibutuhkan dalam penulisan sejarah.

Mungkin juga sulit bagi kita sekarang untuk membayangkan bahwa layanan media sosial seperti Twitter, Facebook, Instagram, YouTube, dan lainnya akan bisa berakhir. Namun, itu bukannya tidak mungkin terjadi.

Memang, Path dalam pengumuman penutupannya sudah mencantumkan cara untuk melakukan penyimpanan data bagi para penggunanya. Tapi saya sangsi akan banyak yang melakukannya.

Selain itu, berbagai data di Friendster dan Multiply sendiri tampaknya sudah hilang selamanya.

Otomatis, pertanyaan selanjutnya adalah apa yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan semua data calon sumber sejarah yang ada di media sosial?

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com