KOMPAS.com - Mendukung gerakan literasi bagi generasi milenial, Kompas Gramedia menggelar seminar bertajuk "Tantangan Literasi di Era Digital", di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, 12 Desember 2018.
Acara menghadirkan beberapa pembicara utama; Kasandra Putranto (Psikolog klinis-forensik), Pepih Nugraha (Pendiri Kompasiana dan Pegiat Literasi) serta Seminari Darmanto (Kepala Layanan Pendidikan Sekolah BPK Penabur).
Selain mengundang perwakilan sekolah negeri dan swasta Jabodetabek, acara juga dihadiri perwakilan pemerintah daerah, perusahaan swasta maupun instansi pemerintah dan berbagai pihak yang memiliki kepedulian pada pemajuan literasi di Indonesia.
Dalam pengantar acara, Suwandi S. Brata, Direktur Publishing and Education PT Gramedia Asri Media, menyampaikan para pendidik perlu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi termasuk dalam menanggapi pesatnya perkembangan teknologi informasi digital.
Baca juga: Perayaan Bangkitnya Literasi Baca Indonesia
Dalam pengantarnya, Suwandi menjelaskan peribahasa Jawa yang menjadi sangat relevan saat ini. "Ada peribahasa dalam bahasa Jawa 'kebo nyusu gudel', kerbau menyusu pada anak kerbau. Sebuah peribahasa untuk menggambarkan dalam belajar atau mencari ilmu seseorang yang lebih tua atau orangtua pun harus mau belajar atau kepada orang lebih muda atau anaknya," jelas Suwandi.
Ia menambahkan, inilah situasi yang tengah terjadi saat ini di mana anak seringkali lebih fasih dalam menggunakan teknologi dibandingkan orangtua.
Untuk itu, ia mengimbau para pendidik dan orangtua untuk mengikuti perkembangan teknologi yang berubah cepat sebagai upaya tanpa batas menumbuhkan semangat literasi anak-anak di era digital.
Dalam sesinya, Kasandra, psikolog klinis-forensik, menekankan peran penting orangtua dalam mendampingi anak-anak yang saat ini banyak terpapar informasi.
"Banyak anak belum siap secara emosional dan sosial saat terekspos banyaknya informasi di era digital. Banyak dari mereka terdistraksi hal-hal yang belum tentu positif. Mengerjakan tugas buka HP, 5 menit cari informasi tapi bisa 1 jam nonton youtube atau melihat-lihat sosial media," terang Kasandra.
Untuk itu peran pendampingan orangtua sangat dibutuhkan termasuk dalam memberikan contoh atau teladan.
"Minat baca dalam anak akan tumbuh jika orangtua memberikan contoh atau suka membaca. Hal ini harus terus ditumbuhkan sehingga menjadi kebiasaan. Saya melihat saat ini banyak sekolah kini sudah membiasakan siswa mereka membaca buku yang siswa minati atau sukai sebelum memulai pelajaran," jelasnya.
Dalam sesi lain, Pepih Nugraha, Pendiri Kompasiana dan Pegiat Literasi, menekankan pentingnya gerakan literasi sebagai gerakan basa-basi.
"Ada banyak pegiat literasi atau gerakan literasi hanya melakukan sebatas ajakan dan tidak mau turun langsung ke lapangan," ujar Pepih. Siapa saja yang dapat berperan dalam gerakan literasi ini?
Pepih menjelaskan, orangtua, guru, sukarelawan hingga korporasi dapat ambil bagian dalam gerakan pemajuan literasi. "Orangtua di rumah dapat memulai dengan membacakan fabel, cerita rakyat atau epos kepada anak-anak. Hal ini sekaligus sebagai penanaman nilai budi pekerti melalui literasi," lanjutnya.
Baca juga: Mendenyutkan Kembali Nadi Literasi Baca Indonesia