Perjuangan awal lainnya adalah memburu beasiswa. Pada buku Perantau Ilmu Amerika-Eropa ada juga cerita mahasiswa yang ditolak tiga kali dari berbagai beasiswa yang sudah didaftarkannya.
Akan tetapi, dengan keinginan untuk S-2 di luar negeri yang tak surut, akhirnya beasiswa pun bisa diraih.
Mandiri dan proaktif
Belajar di luar negeri menuntut diri menjadi lebih mandiri dari segi akademis dan juga dalam mengatur kehidupan sehari-hari, misalnya mengatur keuangan.
Pada urusan belajar, misalnya, banyak cerita yang menekankan kalau menjadi mahasiswa internasional harus bisa aktif di kelas!
Dalam hal berkomunikasi sehari-hari, beberapa kisah mahasiswa menceritakan kalau tidak usah terlalu pusing dengan grammar Bahasa Inggris. Hal yang penting saat bercakap-cakap tersebut adalah percaya diri, lalu bisa memahami dan dipahami.
Selain wajib membaca bahan kuliah, pentingnya komunikasi perlu dilakukan di kelas dengan percaya diri guna membahas topik yang sudah dipelajari. Diskusi pun wajib dilakukan bersama dosen dan juga teman sekelas.
Selain itu, saat tugas kelompok juga tidak boleh sama sekali gabut atau gaji buta alias tidak bekerja karena beban pekerjaan sudah diatur sedemikian rupa agar merata dalam satu kelompok.
Bila ada yang tidak mengerjakan bagiannya, di sinilah kemampuan diri untuk proaktif dan terus mendorong pengerjaan tugas diperlukan agar nilai kelompok tidak anjlok.
Menjadi minoritas, menghadapi rasisme
Perlu diingat, belajar di luar negeri berarti juga membawa identitas diri sebagai Warga Negara Indonesia. Sebuah cerita menarik di dalam buku ini memaparkan, kalau apa yang akan disampaikan di kelas berarti Anda juga membawa sudut pandang dari pengalaman diri sebagai warga Indonesia.
Tak lupa pula penjelasan ke mahasiswa asing lainnya kalau Indonesia sendiri terdiri dari beragam suku bangsa dan budaya, serta memiliki penduduk dengan populasi ke-4 terbanyak di dunia.
Isu-isu perlakuan rasis pun sempat terdengar oleh para mahasiswa internasional. Seorang pelajar sempat mengalaminya satu kali selama masa studinya di Jerman.
Ada warga lokal yang mendadak menggebrak meja dan memperingatkan untuk berbicara dengan Bahasa Jerman, bukan Bahasa Inggris. Saat itu, sepertinya orang tersebut mendukung kubu sayap kanan di Jerman yang cenderung rasis terhadap warga asing.
Namun, pengalaman tersebut hanya satu kali dan lebih banyak warga lokal yang ramah dan mau membantu.