Ini dapat membantu menekan radikalisasi, karena radikalisasi biasanya menanamkan doktrin absolut yang tidak boleh ditantang validitasnya. Misalnya, ketika radikalisasi melakukan legitimasi terhadap homogenisasi suatu kelompok sosial.
Jika seorang pembelajar sudah sanggup memahami makna dari penalaran ini, maka ia akan lebih sanggup untuk menolak homogenisasi, karena ia paham bahwa homogenitas tidak boleh dipaksakan pada masyarakat majemuk.
Terakhir adalah penalaran relasi sebab-akibat (kausatif) dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Secara lebih spesifik, penalaran mengenai potensi konsekuensi akan muncul dari penggunaan informasi yang terdapat dalam suatu ilmu pengetahuan.
Jika seorang pembelajar terbiasa dalam mencari relasi sebab-akibat, maka ia akan lebih mempertimbangkan konsekuensi dari suatu cara atau tindakan.
Misalnya, ketika radikalisasi dalam terorisme menghendaki adanya eliminasi golongan tertentu melalui cara genosida.
Seorang pembelajar yang sudah paham akan penalaran ini kemungkinan akan berpikir berkali-kali untuk melakukannya, karena ia paham akan konsekuensi dari tindakan tersebut, yaitu perampasan akan hak hidup orang lain.
Ketika kita sudah memahami aspek-aspek penalaran tadi, kita perlu merencanakan dan melaksanakan instrumen-instrumen yang mendukung penguatan nalar. Salah satunya adalah dengan menggunakan soal Higher Order Thinking Skills (HOTS) di institusi pendidikan.
Higher Order Thinking Skills (HOTS) sedang santer dibicarakan para praktisi dan peserta pendidikan. Meski tergolong bukan hal baru, belakangan ini penggunaan akronim HOTS sebagai jargon dalam dunia pendidikan di Indonesia meningkat.
Bukan hanya dari penggunaan istilahnya saja, tapi penggunaan soal-soal bertipe HOTS itu sendiri semakin ditingkatkan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya lembaga pendidikan menyediakan latihan menguasai soal-soal tipe HOTS.
Lalu apa korelasinya? Soal-soal tipe HOTS menuntut para pembelajar memiliki kemampuan nalar lebih tinggi. Dengan kemampuan nalar yang lebih tinggi, radikalisasi akan lebih sulit untuk melakukan penetrasi.
Para pembelajar, terutama siswa sekolah usia muda yang seringkali menjadi sasaran empuk golongan-golongan yang ingin melakukan radikalisasi, akan lebih terpapar dalam pembiasaan diri untuk menguatkan penalaran, baik itu penalaran terhadap proses, pemikiran kritis, relasi sebab-akibat, maupun jenis-jenis penalaran lainnya.
Oleh karena itu, saya dan tim sebagai praktisi dalam industri pendidikan menyambut baik kebijakan penggunaan soal HOTS sebagai tipe soal yang digunakan dalam pendidikan di Indonesia, terutama dalam ujian.
Penggunaan soal bertipe HOTS akan meningkatkan paparan para siswa sebagai pembelajar terhadap pembiasaan dalam bernalar, dan dalam jangka panjang dapat membentuk individu-individu yang memiliki nalar kuat, sehingga arus radikalisasi dapat ditekan, serta terorisme dapat tergerus secara perlahan.
Betul, secara perlahan, karena kita harus sadar bahwa dalam memberantas terorisme perlu ada berbagai proses. Salah satunya adalah pencegahan radikalisasi melalui penguatan nalar. Selamat Hari Pendidikan Nasional...
Penulis: Sabda PS, Co-founder dan CEO Zenius Education
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.