KOMPAS.com - Arah pendidikan tinggi yang tergambar dalam Tri Darma Perguruan Tinggi meliputi pendidikan, riset dan pengabdian masyarakat diharapkan mampu melahirkan lulusan yang tidak hanya pandai secara akademis namun juga memiliki kepedulian terhadap masyarakat.
Sejalan dengan itu, Djarum Foundation kembali menggelar "Writing Competition Beswan Djarum 2018/2019". Kompetisi ini diikuti 165 esai berisi gagasan kreatif dan inovatif dari puluhan perguruan tinggi ternama di seluruh penjuru Indonesia.
Dari jumlah itu, terpilih 16 Beswan Djarum (sebutan bagi mahasiswa penerima program Djarum Beasiswa Plus) dari 4 regional (Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya) untuk saling beradu gagasan selama dua hari, 21-22 Mei 2019 di Yogyakarta, di ajang final "Writing Competition Beswan Djarum 2018/2019".
"Adu gagasan ini diharapkan bisa menjadi gambaran kualitas berfikir kreatif, inovatif dan obyektif para Beswan Djarum, dalam mengasah kepekaan dan merespon berbagai permasalahan yang ada di masyarakat di sekitar mereka," ujar Program Director Bakti Pendidikan Djarum Foundation, Primadi H Serad.
Baca juga: Kontribusi untuk Masyarakat lewat Writing Competition Beswan Djarum
Primadi menambahkan, "Ajang ini diharapkan dapat menggambarkan bagaimana Beswan Djarum mampu menganalisa permasalahan, mencari pemecahan masalah secara kreatif dengan menggunakan ilmu yang mereka pelajari."
Di antara 16 ide yang lolos dalam final "Writing Competition", berikut 6 gagasan menarik yang ditawarkan Beswan Djarum dalam menjawab masalah yang ada di tengah masyarakat:
Gagasan Teranisa Nabilah Balqis, mahasiswi Institut Teknologi Sepuluh Nopember jurusan Teknik Lingkungan) mahasiswi ini sangat inovatif sehingga meraih Juara 1 untuk kategori Non-Eksak.
Lewat aplikasi "Sampahqu", Teranisa menggabungkan konsep "bank sampah" dan "ojek online" sebagai solusi pengambilantabungan sampah di rumah warga) dengan sistem online database untuk mewujudkan impiannya: Indonesia Bebas Sampah.
"Harapannya masyarakat jadi mau memilah sampah dengan aplikasi itu, ada keuntungan yang ditawarkan yakni aplikasi itu bisa membantu mengonversi hasil kumpulkan sampah tadi menjadi e-money dan bisa dipakai lagi untuk beli voucher atau bayar listrik dll. Sangat bermanfaat," jelas Tera.
Melalui gagasan "Pharmacogenomic", Sheilla Windy Komara mahasiswi Institut Teknologi Bandung jurusan Sains dan Teknologi Farmasi) menawarkan rekomendasi obat berbasis faktor gen pasien.
"Di luar negeri, langkah ini sudah dimulai. Saya ingin memperkenalkan terobosan ini karena Indonesia memiliki potensi itu. Terlebih, kita saat ini kita sudah memiliki laboratorium genom sehingga hal ini sangat bisa digunakan di Indonesia. Mungkin untuk awal tantangan terbesar adalah soal biaya, namun ke depan ini dapat menjadi terobosan pengobatan yang lebih personal dan presisi," jelas Sheilla kepada Kompas.com.
Tawaran terobosan inovatif ini mengantarkan Sheilla meraih Juara 1 "Writing Competition" kategori Eksak.
Masih dari kategori Eksak, Patricia Samantha Puteri dari Institut Teknologi Bandung program studi Science Technology Pharmacy meraih Juara 2 ajang ini lewat gagasan penelitian "Cerana Candle Lilin Lebah Khas Indonesia sebagai Alternatif Lilin Parafin Penyebab Kanker".
"Indonesia kaya akan sumber daya alam lebah yang dapat dimanfaatkan untuk inovasi ini," jelasnya. Patricia menjelaskan gagasannya ini sangat aplikatif atau mudah diaplikasikan dengan bahan dan tahapan yang mudah dilakukan setiap keluarga Indonesia.
"Tidak membutuhkan kebijakan khusus pemerintah, gagasan ini langsung dapat diaplikasikan oleh keluarga Indonesia untuk memberi nilai tambah dan kegiatan wirausaha yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat," jelasnya.
Meski tidak masuk dalam jajaran juara, ide mahasiswi Manajemen, Hanny Rafiqoh dari Universitas Pasundan menarik perhatian Kompas.com atas orisinalitas idenya membuat program rehabilitasi pecandu game berbasis keluarga.
"Keluarga dalam hal ini orangtua menjadi tiang utama program rehabilitasi bagi anak yang mengalami kecanduan ringan bermain games. Kita tetap melibatkan peran psikolog, namun program dibuat sedemikian rupa dengan melibatkan peran aktif orangtua," jelasnya.
Selama ini soal kecanduan games masih dianggap menjadi ranah psikolog semata. Padahal peran orangtua sangat menentukan. "Pokok soalnya bukan pada konten games, karena ada games yang bersifat edukatif. Namun bagaimana kerja sama antara orangtua dan anak dalam memanfaatkan teknologi khususnya gadget inilah yang ingin diangkat melalui gagasan ini," tutupnya.
Salah satu soal keindonesiaan yang menarik diangkat Petra Pradnja Paramita, mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan yang menyorot soal kebijakan Indonesia terhadap Daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal).
Sejalan dengan upaya Pemerintah, Petra yang menawarkan 3 pendekatan penting dalam merangkul Daerah 3T yang menjadi tapal batas Indonesia dengan negara tetangga.
"Infrastruktur Pendidikan, Pemajuan Ekonomi Masyarakat dan Penguatan Komunikasi menjadi 3 kebijakan kunci, agar Indonesia tidak lagi kehilangan warga negara yang tinggal di perbatasan negara," tegasnya.
Agus Wandi, mahasiswa Teknik Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah juga mengangkat isu yang tengah aktual di masyarakat terkait lingkungan: pengelolaan sampah.
"Hampir 60 persen sampah rumah tangga berasal dari sampah organik yang sebenarnya dapat diurai dan diolah sehingga dapat mengurangi jumlah sampah yang harus diangkut di Tempat Pembuangan Akhir," ujar Agus.
Mengambil konsep penguraian sampah dari Jepang, Agus memperkenalkan gagasannya "Topan: Tong Milenial Pengurai Sampah". "Lewat inovasi ini, setiap keluarga dapat membuat 'Topan' yang mampu mengurai sampah sampah organik dalam waktu 3-4 hari yang mengurangi jumlah sampah secara signifikan untuk kemudian hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai penyubur tanaman," terangnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.