Jelang Kemerdekaan, Kesehatan Jiwa Jadi Tantangan Pembangunan SDM

Kompas.com - 14/08/2019, 11:57 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Prodi Magister Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta dan FK - KMK Universitas Gajah Mada Yogyakarta berkolaborasi dengan Penerbit Buku Kompas meluncurkan buku "Jiwa Sehat, Negara Kuat"  

Peluncuran buku di Unika Atma Jaya Jakarta (13/8/2019) ini menghadirkan beberapa narasumber bedah buku di antaranya; Prof. Hans Pols (University of Sidney), Nani Nurrachman (Unika Atma Jaya), Nova Riyanti Yusuf (Komisi IX DPR-RI), Bagus Utomo (KSPI) dan Prof. Byron Good (Harvard University).

Buku yang didedikasikan kepada Pandu Setiawan, pionir kesehatan jiwa Indonesia, secara simbolis diberikan Prof. Hans Pols kepada Wakil Redaktur Pelaksana Kompas Antonius Trinugroho.

"Harian Kompas melalui Penerbit Buku Kompas selalu memberikan perhatian khusus kepada isu-isu penting namun kurang mendapatkan spotlight, termasuk isu kesehatan jiwa ini," ujar Antonius Trinugroho di awal acara.

Fokus bentuk "Generasi Emas 2024"

Nova Riyanti Yusuf (Komisi IX DPR RI) dalam Peluncuran dan Bedah Buku Jiwa Sehat, Negara Kuat di Kampus Atma Jaya Jakarta (13/8/2019).DOK. KOMPAS.com/YOHANES ENGGAR Nova Riyanti Yusuf (Komisi IX DPR RI) dalam Peluncuran dan Bedah Buku Jiwa Sehat, Negara Kuat di Kampus Atma Jaya Jakarta (13/8/2019).

"Menyongsong 17 Agustus ini saya bahagia sekali karena visi yang disampaikan Presiden Jokowi menyuarakan harapan kita semua yaitu menyiapkan sumber daya manusia berkualitas ke depan," jelas Nova Riyanti Yusuf, pembicara dan salah satu penulis buku "Jiwa Sehat, Negara Kuat".

Baca juga: Menjawab Soal Kesetaraan Jender dan Disabilitas lewat Regulasi dan Pendidikan

Perempuan yang akrab disapa Noriyu ini menjelaskan, "Undang-undang Kesehatan Jiwa sejak 2014 telah memuat bagaimana mengatur SDM termasuk upaya promotif, seperti dikatakan Pak Jokowi, mengasuh anak dari mulai kandungan sampai masa remaja yang risk taking." 

Ia menekankan sangat penting untuk mengawal generasi remaja yang dipandang sebagai "Generasi Emas" menuju 100 tahun Indonesia di 2045. "Mereka yang akan menjadi pemimpin dan menjalankan roda pemerintahan. Kita harus bertanggungjawab mempersiapkan mereka," tegas Noriyu.

Ironis, Noriyu menyebutkan penelitian yang dilakukannya menyebutkan 13,28 persen remaja justru rentan ide bunuh diri. "Kita menumpukan (masa depan) kepada mereka namun kita tidak menjaga kesehatan jiwa mereka," ujar dokter spesialis kesehatan jiwa lebih lanjut.

Ia mengharapkan pemerintah harus memiliki mindset big data analysis di Pusat Kesehatan Jiwa yang belum dimanfaatkan pemerintah. "Kita memiliki rapor kesehatan siswa yang seharusnya dapat menjadi sumber data untuk pengembangan SDM berbasis bukti atau data," lanjutnya.

Melalui ini diharapkan dapat dibuatkan formulasi memberdayakan remaja dalam membentuk generasi dengan mental dan emosional  baik, jauh dari korupsi, taat pajak, toleransi dan lainnya.

Prof. Hans Pols menambahkan, "Pendidikan menjadi dasar pembentukan SDM. Pendidikan dapat memaksimalkan seluruh potensi kemampuan manusia untuk membangun bangsa termasuk bagaimana menumbuhkan karakter dengan mental yang sehat seperti yang kita bahas dalam seminar ini."

Menyembuhkan "luka politik" pemilu

Peluncuran buku Jiwa Sehat, Negara Kuat di Unika Atma Jaya Jakarta (13/8/2019).DOK. KOMPAS.com/YOHANES ENGGAR Peluncuran buku Jiwa Sehat, Negara Kuat di Unika Atma Jaya Jakarta (13/8/2019).

Dalam kesempatan sama, Prof. Hans Pols melihat polarisasi selama dan pascapemilihan presiden menjadi tantangan dalam membangun kesehatan jiwa bangsa ke depan. 

"Soal polarisasi yang menjadi sangat kuat dan rendahnya toleransi tidak hanya dialami Indonesia dan menjadi 'mental illnes' yang dihadapi banyak negara seperti Amerika Serikat dan juga Australia," ujar Prof. Hans.

Halaman:
Baca tentang


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau