“Dibanding negara lain, sebenarnya kita belum punya kultur yang memandang pendidikan itu penting, malah dianggap cost. Makanya ada orang yang putus sekolah mungkin karena berpikir pendidikan buat apa, padahal itu sebenarnya investasi. Saya ingin kultur itu bisa berubah,” kata Fikri.
Satu pendapat lagi datang dari Sofyana Ali Bindiar. Pria yang akrab dipanggil Ali dan pendiri online game "Mabar Kuy" ini berpendapat bahwa pendidikan tidak hanya formalitas yang didapat di sekolah, tetapi bisa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Keberhasilan sistem pendidikan dapat dinilai dari tindakan nyata berupa kebaikan dan manfaat yang bisa dirasakan oleh banyak orang di sekitar kita.
“Pendidikan itu enggak cuma formal. Kalau di Islam, tingkat paling atas pendidikan itu adab. Minimal berbuat baik kepada seseorang, enggak melanggar, enggak naik motor atau menyeberang seenaknya, enggak buang sampah sembarangan. Itu berarti pendidikan sudah berhasil,” tutur Ali.
Menurut dia, hal itu bisa dipelajari dan dicontoh, serta harus dimulai dari keluarga. Sebab, keluarga merupakan pendidikan paling utama. Maka dari itu, pengajaran tentang kebaikan mesti diawali sejak dini di lingkungan keluarga.
“Kalau kita tidak bisa mengubah sistem, ubahlah dari hal terkecil, yaitu di keluarga, melalui adab tadi. Keluarga itulah pendidikan yang paling dasar,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.