KOMPAS.com - Ketulusan amal harus dari hati. Prinsip ini dipegang Munawir Syahidi, pria kelahiran 9 September 1990, sebagai Ketua Taman Bacaan Masyarakat (TBM) "Saung Huma" di tempat kelahirannya Pandeglang, Banten.
Semula tahun 2014 Munawir sempat membangun TBM serupa di Cimanggu yang berlokasi belasan kilometer dari TBM "Saung Huma" saat ini. Atas beberapa alasan di antaranya karena lokasi TBM yang terlalu dekat pantai sejak 2017 dirinya hijrah ke Kampung Curug Luhur, Pandeglang, Banten, lokasi persis TBM Saung Huma saat ini.
TBM yang ia bangun sebelumnya tetap berjalan hingga saat ini dan sudah diambil alih pengurus desa dalam program Teman Pintar yang dikelola pemerintah. Dengan demikian, upaya meningkatkan minat literasi anak-anak terus berjalan dan meluas.
Di TBM Saung Huma sendiri, jumlah pembaca anak-anak relatif masih sedikit, berkisar 10-20 anak setiap hari. Namun, Munawir tetap bersyukur niatnya disambut baik masyarakat.
Tidak jarang anak-anak datang sebagai tempat berlabuh mengerjakan tugas dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dirinya kerap membuat acara untuk menarik para pembaca.
Kehadiran program seperti ini turut disyukuri Munawir karena keterlibatan anak-anak hingga remaja nyata terlaksana. Ketika diadakan acara, hampir seluruh anak desa berpartisipasi dalam acara.
Baca juga: Hari Aksara Internasional: Literasi Bukan Hanya Soal Bebas Buta Aksara
Salah satu acara yang digelar adalah program Charity Fun Run 5K PapeRun 2019. Hasilnya berbuah manis. Donasi para peserta disumbangkan ke 60 taman bacaan masyarakat (TBM) yang tersebar di wilayah Banten, Lampung, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
APP Sinar Mas dan gerakan #AkuBaca Kompas mengawali program dengan menghelat acara di TBM Saung Huma dengan tajuk "Buku Bergerak untuk Nusantara". Hal ini tentu sangat membantu aktivitas di TBM Saung Huma.
Kehadiran TBM Saung Huma sendiri menjadi perpustakaan bagi anak desa, baik yang bersekolah maupun tidak.
Kendati demikian, Munawir jarang mengizinkan buku keluar dari TBM untuk menghindari orang-orang tidak bertanggung jawab sebab buku tersebut sebagian besar sumbangan orang lain sehingga ia merasa bertugas merawat buku-buku tersebut.
Buku juga jadi medium Munawir untuk mengajari anak desa berdiskusi secara sehat. Hal ini menjadi alasan meskipun jumlah pembaca mungkin sedikit, tetapi TBM tetap ramai dikunjungi.
Baca juga: Wisata Literasi Nasional, Upaya Tingkatkan Mutu SDM
“Kalau ada saya juga anak-anak ramai datang ke sini, membahas banyak hal. Karena bagi saya, buku bukan sesuatu yang kaku. Kita membaca, menonton, dan membahas banyak hal,” ujar Munawir dalam wawancara dengan Kompas.com.
“Jadi literasi tidak berkutat pada buku saja, termasuk enam literasi dasar (baca tulis, numerasi, sains, finansial, digital, budaya, dan kewargaan) yang kemudian harus dikembangkan oleh negara berkembang, termasuk Indonesia,” katanya.