KOMPAS.com - Jika saya Nadiem, saya pun akan mengatakan teknologi dan semua yang terkait hanyalah alat belaka dan akan membantu men"deliver" substansi lebih cepat dan semakin cepat.
Ketika saya membantu Presiden Jokowi dan Kyai Ma'ruf menjadi Mendikbud dan ditugasi membereskan pembangunan manusia, maka saya akan mulai dengan target terukur yang merupakan turunan amanah konstitusi "mencerdaskan kehidupan bangsa, adil dan makmur serta menjadi warga dunia yang damai" serta tetap sadar diri sebagai manusia Indonesia.
Ketika memulai dari target tersebut, saya akan memetakan resources apa dan berapa serta serelevan apa yang saya miliki dan sebelumnya akan saya lihat sebagus atau seburuk apa mutu manusia yang akan menjalani masa ketika target dicanangkan.
Presiden sudah menargetkan PDB Indonesia akan mencapai ke 4 terbesar se dunia di tahun 2050, 5 Tahun sesudah HUT ke 100 Indonesia merdeka. Sebelumnya akan dicapai era "bonus demografi" yang mengantar Indonesia mencapai target PDB tersebut.
Sungguh mencemaskan, World Bank di awal Tahun 2019 menerbitkan Review dan mengatakan bahwa bangsa Indonesia tidak siap menghadapi era Revolusi Industri (RI) 4.0 bahkan RI 2.0 pun tidak.
Baca juga: FSGI dan KPAI: Ini Dia, 4 Tugas Berat Mendikbud Nadiem
World Bank pasti merujuk ke hasil uji PISA Indonesia yang sejak Tahun 2000 tidak menunjukkan kenaikan yang berarti. Hasil uji Indonesia National Assesment Program (INAP) yang kemudian disebut Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) menguatkan kecemasan saya karena 78 persen siswa SD kelas 4 memiliki kompetisi buruk.
Dengan kompetensi dasar nalar (matematika, sains dan membaca) seperti itu, saya skeptis Indonesia akan mampu menjemput bonus demografi dan sangat sulit menggapai PDB dalam peringkat tersebut. Jikalau tercapai, maka manusia Indonesia hanyalah akan menjadi buruh di negeri sendiri.
Pada saat kondisi nalar (logic) buruk, ternyata tak bisa dipungkiri pula bahwa apresiasi bangsa Indonesia terhadap budayanya sendiri dalam hal ini adalah budaya tradisional semakin menurun dan cenderung abai.
Maka, upaya mendorong apresiasi seni budaya dan kriya harus pula diperhatikan, termasuk apresiasi terhadap etika umum. Sungguh tepat anjuran Howard Gardner agar sebuah bangsa wajib memiliki "5 minds for the future", nalar akan menumbuhkembangkan "discpline mind" dan seterusnya akan berlanjut ke creative dan synthetic mind.
Emphatic mind akan menumbuhkan dasar karakter kemanusiaan (Humanity) sejak dini dan ketika ke empat Minds ini sudah mendarah daging di usia muda, maka Ethical Mind akan bertumbuh di jenjang SMA/MA/SMK dan Perguruan Tinggi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.