KOMPAS.com - Guru, pahlawan tanda jasa. Istilah tersebut seringkali kita dengar ketika menggambarkan profesi guru.
Saat ini, guru juga masih dipandang sebagai profesi yang terkesan kuno dan kurang menjanjikan terutama dari sisi gaji.
Namun, anak muda pun masih banyak yang memilih menjadi guru. Kompas.com berbincang dengan dua guru muda yaitu Zafira Andini Muzzamil (22) dan M. Fuad Rizqi Ramadhan (23).
Zafira sehari-sehari mengajar di SMA 5 Bogor. Sementara, Fuad mengajar di Semut-Semut The Natural School Depok.
Baca juga: Refleksi Hari Guru: Pengabaian di Ruang-ruang Kelas Kita
Berikut beberapa alasan anak muda yang terjun menjadi guru dirangkum dari wawancara Kompas.com.
Bagi Fuad, menjadi guru itu keren. Ia mengatakan guru itu punya andil dalam mendidik dan mempersiapkan anak untuk menghadapi masa depannya.
"Kerennya itu pas murid sudah besar, udah jadi (sukses), itu ada andil kita guru," kata Fuad kepada Kompas.com di Depok, Jawa Barat.
Fuad awalnya tak pernah terpikir untuk menjadi guru. Ia awalnya diajak oleh pendiri Yayasan Semut Beriring untuk melatih tim perkusi sekolahnya pada tahun 2016.
Pada tahun 2018, ia ditawarkan untuk menjadi guru musik di Semut-Semut The Natural School Depok. Fuad merasa cocok menjadi guru lantaran bisa mengajar sesuai dengan improvisasi yang ia ingin lakukan.
"Sekolahnya juga sekolah alam, jadi gak sekaku sekolah-sekolah umum gitu. Terus banyak belajar di luar kelas. Gak terus-terus di dalam kelas," ujar Fuad.
Zafira merasa belum menemukan guru yang ideal selama ia bersekolah dari SD hingga SMA. Ia ingin menjadi guru yang ideal bagi murid-murid yang yang ia ajar.
Ia menyebutkan selama bersekolah kerap luput dari perhatian guru. Zafira mengaku bukanlah anak yang menonjol di sekolah.
"Saya ini bukan anak yang suka belajar, ambisius, pinter tapi bukan anak yang malas saja. Klo lagi bisa ngerjain, ya ngerjain. Klo lagi malas ya malas saja, Biasa-biasa saja lah. Kalau anak-anak yang biasa aja rada kurang diperhatikan sama guru," ujar Safira kepada Kompas.com.
Biasanya yang diperhatikan guru itu adalah murid yang pintar atau nakal. Ia merasa kurang diapresiasi lantaran memiliki minat bakat yang ingin ditonjolkan tetapi tak diperhatikan.
Ia juga pernah tak dipercaya saat mendapatkan nilai ujian akhir di SMP. Padahal, lanjutnya, nilai itu merupakan hasil belajarnya.
"Gak dipercaya dan itu rasanya nyakitin banget," tambahnya.
Dari pengalaman minim apresiasi dan perhatian guru selama bersekolah, ia lalu ingin menjadi guru yang ingin banyak mengapresiasi dan mengenali bakat setiap anak.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.