Adapun siswa di daerah lain di Indonesia menunjukkan kemampuan membaca yang jauh lebih rendah, dengan skor rata-rata nasional hanya 371.
Hasil yang cukup baik di DIY, khususnya di Kota Yogyakarta, dapat dijelaskan oleh adanya berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan partisipasi aktif dari masyarakat untuk mendukung Gerakan Literasi Sekolah melalui kegiatan perpustakaan keliling dan budaya literasi membaca yang baik di masyarakat.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dimulai pada 2016 dan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi siswa usia sekolah. Lewat gerakan ini, banyak pojok literasi dan panggung literasi yang diadakan di sekolah.
Gerakan ini didukung pula dengan pengadaan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di luar sekolah.
Dari hasil PISA 2018, belum terlihat efektivitas GLS maupun TBM dalam menaikkan kemampuan literasi membaca.
Hal ini disebabkan, antara lain, buku bacaan belum sesuai dengan usia dan minat siswa serta minimnya dukungan orangtua dan masyarakat dalam menumbuhkan budaya membaca.
GLS juga menyasar literasi dalam bidang numerasi dan sains. Dalam penguatan dua bidang ini, sayangnya Kementerian Pendidikan hanya menyarankan gerakan ekstrakurikuler, seperti klub matematika dan sains di luar kegiatan pembelajaran di kelas.
Umumnya klub ini diikuti oleh sebagian kecil siswa yang sudah memiliki minat dan bakat dalam bidang tersebut.
Banyak dari siswa yang mengikuti klub matematika dan sains ini kemudian dipersiapkan untuk mengikuti kegiatan olimpiade sains.
Padahal, perbaikan atas permasalahan rendahnya kompetensi siswa dalam literasi matematika dan sains harusnya menyasar siswa usia sekolah secara umum melalui penguatan kegiatan pembelajaran di ruang kelas.
Dengan adanya diagnosis kompetensi siswa Indonesia dari survei PISA, perlu ditindaklanjuti dengan meningkatkan kualitas guru, mengurangi disparitas pendidikan, dan menjalankan berbagai program pendidikan secara sistematis dan menyeluruh.
Sistem pendidikan dan pelatihan guru serta sistem penempatan dan perekrutan guru merupakan dua hal yang sudah darurat untuk segera diperbaiki.
Selain itu, sistem penilaian dan kurikulum yang selama ini menjadi panduan utama guru dalam mengajar perlu juga ditinjau ulang agar tidak semakin mengarahkan mereka menjadi guru yang menghambat belajar.
Partisipasi aktif dari orangtua dan masyarakat dalam menumbuhkan budaya belajar juga diperlukan untuk menyinergikan program-program ini.
Perlu komitmen semua pihak dalam menyukseskan program pemerintah, seperti Gerakan Literasi Sekolah (GLS), agar tidak sekadar menjadi slogan.
Seperti kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, impian untuk dapat memiliki capaian rerata setara negara-negara OECD dalam PISA hanya dapat diwujudkan dengan optimisme untuk bekerja keras dari semua pihak.
Shintia Revina
Peneliti, SMERU Research Institute
Artikel ini ditayangkan atas kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia. Artikel diambil dari tulisan berjudul "Skor siswa Indonesia dalam penilaian global PISA melorot, kualitas guru dan disparitas mutu penyebab utama". Isi di luar tanggung jawab Kompas.com.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.