Oleh: Shintia Revina
KOMPAS.com - Skor kompetensi siswa Indonesia dalam membaca, matematika, dan sains pada 2018 lebih rendah dibanding pengukuran serupa tiga tahun sebelumnya. Alih-alih menanjak, nilai kemampuan membaca tahun lalu justru setara dengan capaian tahun 2000.
Kabar buruk ini datang setelah pada 3 Desember lalu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merilis hasil Program Penilaian Pelajar Internasional (Programme for International Students Assessment, PISA) 2018.
Hasil dari pengukuran global untuk siswa berusia 15 tahun itu menunjukkan bahwa rata-rata skor siswa Indonesia adalah 371 dalam membaca, matematika 379, dan sains 396.
Capaian skor tersebut di bawah rerata 79 negara-negara peserta PISA, yakni 487 untuk kemampuan membaca dan 489 untuk kemampuan matematika dan sains.
Dalam PISA sebelumnya, tahun 2015 siswa Indonesia mencatatkan rata-rata yang lebih tinggi untuk semua bidang, yaitu 397, 386, dan 403 untuk kemampuan membaca, matematika, dan sains.
Mengapa hasil penilaian siswa Indonesia pada studi global yang diselenggarakan tiga tahun sekali itu justru melorot signifikan?
Hasil buruk kemampuan literasi siswa pada PISA 2018 cukup mengagetkan banyak pihak, terutama karena terjadi setelah digalakkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sejak 2016.
Dari laporan PISA diketahui bahwa rendahnya kualitas guru dan disparitas mutu pendidikan di Indonesia diduga sebagai penyebab utama buruknya kemampuan literasi siswa secara umum.
Penyebab lain, saya kira, Gerakan Literasi Sekolah gagal mendongkrak kualitas literasi siswa.
PISA merupakan suatu studi global dalam penilaian kompetensi siswa berusia 15 tahun dalam bidang matematika, sains, dan membaca.
Tes yang diselenggarakan oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) ini diikuti oleh 79 negara, dari negara maju dan berkembang.
Model soal tesnya sama untuk setiap negara peserta. Soal-soal ini diterjemahkan ke bahasa masing-masing negara.
Tes ini tidak bertujuan menilai penguasaan siswa akan konten kurikulum, tetapi untuk mempelajari apakah siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah dipelajari dalam situasi yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
Indonesia telah berpartisipasi dalam tes PISA sejak 2000. Dalam tes ini, kemampuan siswa dalam setiap bidang disebut dengan kemampuan literasi membaca, literasi matematika, dan literasi sains.
Penilaian ini digelar setiap tiga tahun sekali, dengan fokus yang berbeda-beda setiap pelaksanaannya.
Hasil PISA yang baru saja dirilis tersebut merupakan hasil dari studi PISA tahun 2018, dengan fokus pada kemampuan literasi membaca.
Hasil PISA 2018 menunjukkan bahwa 70 persen siswa Indonesia tidak mampu mencapai level 2 pada framework PISA. Hasil siswa Indonesia sangat mengkhawatirkan.
Padahal, secara rata-rata hanya sekitar 23 persen siswa di 79 negara peserta PISA yang tidak mampu menguasai kemampuan membaca level 2.
Soal-soal pada level 2 PISA mengharapkan siswa dapat menentukan ide utama dalam teks, mencari hubungan berbagai informasi dalam teks, dan menentukan kesimpulan sederhana dari teks bacaan.