KOMPAS.com - Pengamat Pendidikan, Ahmad Rizali mengatakan cetak biru pendidikan Indonesia harus memiliki tujuan yang jelas berdasarkan turunan Undang-Undang tentang Pendidikan.
Bila tak memiliki tujuan yang jelas, Kementerian Pendidikan dan Pendidikan sebaiknya tak perlu membuat cetak biru.
"Kalau tak jelas jalannya (cetak biru pendidikan) ya jangan bikin," kata Ahmad Rizali saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/12/2019).
Menurutnya, cetak biru pendidikan Indonesia bisa ditelaah dari arah dan tujuan Undang-Undang tentang pendidikan secara sederhana.
Ahmad menekankan pentingnya untuk mengumpulkan esensi yang pendidikan di dalam Undang-Undang Dasar.
"Ajak tokoh pendidikan seluruh Indonesia (untuk) buat bersama. Tanya pakar-pakar yang paham prediksi masa depan sekaligus tahapan yang diperlukan (tahun) 2030, 2040, 2050," tambahnya.
Baca juga: Selain Cetak Biru Pendidikan, Ini 3 Program Mendikbud Nadiem Tahun 2020
Cetak biru pendidikan Indonesia, lanjut Ahmad, harus merangkum tujuan yang ingin dicapai dalam rentang 25 tahun ke depan. Selanjutnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa memetakan modal yang dimiliki saat ini dan menentukan langkah ke depan (roadmap).
"Dengan cetak biru setidaknya ada roadmap dan arah yang jelas merupakan turunan konstitusi, tetapi jika cetak biru hanya berbentuk Peraturan Mendikbud, bisa tidak digubris Pemprov/Pemkab/Kota, RPJMN yang Perpres saja sering diabaikan," tambah Ahmad.
Ia menekankan hal yang terpenting adalah menetapkan kebijakan prioritas seperti awal Jokowi/Jusuf Kalla menjabat yaitu Inpres SMK.
"Yang wajib (cetak biru pendidikan) adalah Konteks Indonesia yang pada dasarnya tak ada yang sebanding dengan Indonesia dalam keberagaman apapun," tambah Ahmad.