Guru menjadi lebih merdeka dalam mengajar dan melakukan asesmen siswa. Guru dapat melakukan asesmen yang lebih sesuai untuk kebutuhan siswa dan situasi kelas/sekolahnya.
Baca juga: Ingat, Kemendikbud Larang Sekolah Pungut Biaya UN dan PPDB 2020
Hal ini juga mendorong guru untuk terus mengembangkan kompetensi profesionalnya, terutama terkait asesmen siswa.
Dengan perubahan kebijan ini, sekolah perlu mendukung praktik asesmen yang baik, yakni asesmen yang berdampak positif pada proses dan hasil belajar siswa.
Hal ini bisa dilakukan dengan memfasilitasi guru untuk berkolaborasi mengenai strategi asesmen yang tepat bagi siswa dan kondisi sekolah masing-masing.
Sebelumnya, USBN memposisikan sebagian besar guru sebagai penerima dan pengguna tes yang dikembangkan pemerintah pusat dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di bawah koordinasi dinas pendidikan daerah.
Semua siswa dan semua sekolah dalam satu daerah terikat untuk menggunakan bentuk ujian sama.
Hal ini menghambat kemerdekaan guru belajar melakukan asesmen. Dengan mengembalikan kewenangan penilaian akhir jenjang pada sekolah, guru didorong mulai dan secara terus menerus mengembangkan kapasitas profesionalnya terkait asesmen.
Selain itu, membuat soal tes tertulis bermutu memang tidak mudah. Kabar baiknya, penilaian akhir jenjang tidak harus mengandalkan tes tertulis. Guru bisa menggunakan beragam bentuk asesmen sesuai dengan kompetensi yang diukur, termasuk bentuk asesmen yang lebih dikenal masing-masing guru.
Dinas Pendidikan tidak lagi mengkoordinasi atau memfasilitasi penyelenggaraan ujian yang seragam.
Peran Dinas diharapkan bergeser ke arah pengembangan kapasitas guru dan sekolah guna meningkatkan mutu pembelajaran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.