Cara ini dia lakukan untuk menunjukkan bahwa profesi pustakawan itu tidak pernah membosankan.
Baca juga: Kisah Perjuangan Guru Pedalaman Papua, Ingin Wujudkan Mimpi Siswa jadi Orang Nomor Satu
Apalagi ada cibiran profesinya akan punah, justru membuat perempuan kelahiran Timor Leste ini menjadi pelecut untuk membuktikan bahwa pustakawan punya nilai lebih.
Ia akhirnya memutuskan untuk beranjak dari balik meja kerjanya dengan berkegiatan sosial dan menolak untuk punah.
Baginya, menunggu masyarakat datang ke perpustakaan sekarang sudah tak lagi relevan. Pustakawan harus datang dan mendekat langsung ke masyarakat.
"Dengan sistem jemput bola, rasanya pustakawan bisa mendekatkan masyarakat dengan akses informasi," ujar Arda di Jakarta, Senin (19/8/2019).
Pada mulanya, Arda menghidupkan komunitas-komunitas yang bernaung di bawah Perpustakaan UMY, tempat dia bekerja, misalnya American Corner atau Warung Perancis.
Kemudian, ia dan komunitas tersebut kerap membuat kegiatan, baik di dalam maupun luar area perpustakaan.
Dengan American Corner, Arda terlibat dalam kampanye "Zero Straw" untuk menekan penggunaan sedotan plastik di sepanjang pantai Bantul, Yogyakarta.
Baca juga: Kisah Perjuangan Farrel, Tunanetra Raih Nilai 100 UNBK dan Masuk UGM
Kampanye tersebut bertujuan untuk memberikan edukasi kepada warga, khususnya penjual makanan, bahwa ada sedotan yang bisa dipakai berkali-kali, yakni sedotan bambu.
Meski ternyata dia mendapat banyak cibiran. "Yang namanya penjual itu, ya mencari untung, Mbak. Lha, ini tidak jadi untung, malah tekor," ujar Arda menirukan keluhan salah satu pedagang.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan