Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecerdasan Emosi Pengaruhi Prestasi Akademik Anak di Sekolah

Kompas.com - 21/01/2020, 13:49 WIB
Ayunda Pininta Kasih,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

 Suatu hari, Kelly tidak memahami ketika temannya, Lucia, mengalami hari yang buruk. Lucia marah kepada Kelly karena ketidakpekaannya. Membuat Lucia menolak untuk membantunya di kelas Sastra Inggris.

Padahal, pelajaran Sastra Inggris adalah mata pelajaran paling sulit bagi Kelly karena mengharuskannya menganalisis dan memahami motivasi dan emosi karakter dalam buku dan drama.

“Kelly merasa malu bahwa dia tidak dapat mendapatkan nilai yang baik dalam pelajaran Sastra Inggris yang dianggap paling mudah oleh siswa lain," kata MacCann.

Kondisi itu akhirnya membuat Kelly tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran Matematika di kelas berikutnya, walau ia sebenarnya unggul dalam matemetika. Inilah yang akhirnya membuat pencapaian akademis Kelly menjadi tidak maksimal.

Ajarkan anak kecedasan emosional

Dalam studi, MacCann menyebut peran serta guru dan orangtua sangat penting dalam membangun fondasi kecerdasan emosional pada anak.

Baca juga: 3 Syarat Pendidikan Karakter Berjalan Efektif

Psikolog dan penulis terkemuka Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence: Why it can matter more than IQ (1996), berpendapat EQ dapat menjadi faktor yang lebih penting untuk menentukan kesuksesan seseorang, daripada Intelligent Quotient (IQ) .

Berikut sejumlah cara yang bisa dilakukan orang tua untuk meningkatkan kecerdasan emosional anak, dirangkum dari Huffpost:

1. Bantu anak mengenali emosi, baik itu senang, marah, sedih, cemas, hingga kecewa. Katakan pada anak bahwa emosi itu ada dan harus diakui.

2. Bawa anak untuk mengenal emosi di sekitar, baik emosi yang dirasakan anggota keluarga, orang lain yang tidak ia kenal, atau emosi yang ia lihat pada karakter di televisi.

3. Saat anak sedih, orang tua baiknya tidak mengabaikan emosi anak dengan berkata, “Kok, sudah besar nangis? Jangan nangis, ya!”. Baiknya ganti dengan, “Kamu sedang sedih ya, yuk cerita ada apa.”

4. Beri contoh yang baik pada anak bagaimana mengelola emosi yang baik. Pasalnya, anak adalah peniru yang handal, sehingga orangtua perlu bercermin apakah tinggi rendahnya keterampilan emosi menurun dari orangtua?

5. Belajar mengelola emosi berlangsung seumur hidup. Baiknya orangtua tidak patah semangat bila anak tampaknya masih sulit mengelola emosi. Bantuan dari psikolog mungkin diperlukan dan ini adalah proses yang wajar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com