Mahasiswa, Ini Cara Keluar dari Zona Nyaman Kampus ala Nadiem Makarim

Kompas.com - 31/01/2020, 17:54 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

KOMPAS.com -  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menilai mengikuti kegiatan proyek di desa menjadi salah satu sarana mahasiswa belajar keluar dari zona nyaman (comfort zone) di kampus.

Mahasiswa akan belajar tentang Indonesia lewat aktualisasi diri di perdesaan dan mengembangkan karakter lewat kegiatan proyek desa.

"Dia (mahasiswa) keluar dari comfort zone. Dia belajar apa itu yang namanya Indonesia yang sebenarnya (lewat proyek desa)," ujarn Nadiem dalam sambutan di Forum Perguruan Tinggi Desa di Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Nadiem mengatakan selama melakukan kegiatan proyek desa akan belajar bekerja dan berkolaborasi bersama mahasiswa dari program studi lain, kepala desa, dan masyarakat desa.

Baca juga: Mendikbud Nadiem Luncurkan 4 Kebijakan Kampus Merdeka, Ini Penjelasannya

Mahasiswa juga nantinya akan berinteraksi dengan suku, agama, sosial budaya yang berbeda di lokasi kegiatan proyek desa.

"Ini suatu pembelajaran yang berdampak nyata fokus kepada problem yang nyata. Jadinya bukan teoritis, tapi bekerja dan kolaborasi dengan sesama," ujarnya.

Pembelajaran di kampus, lanjutnya, memungkinkan keadaan yang homogen seperti dalam hal umur, tingkat umur, dan budaya yang sama.

Ia menilai jika individu tinggal di kota akan merasa Indonesia adalah dunia yang modern karena banyak perkotaan.

"Padahal setengah dari masyarakat indonesia tinggal di desa. Jadi kalau mau dibilang apa itu Indonesia, ya di desa itu. Dan mereka (masyarakat desa) yang paling butuh pertolongan," ujar Nadiem.

Proyek Desa untuk Penguatan Karakter

Nadiem menyebutkan proyek desa mendorong terjadinya penguatan karakter mahasiswa. Setelah melakukan kegiatan proyek desa, lanjutnya, mahasiswa akan mengalami perubahan fundamental di dalam hati.

"Tidak mungkin dia menginap di rumah warga desa, di berinteraksi dengan berbagai macam warga di desa, tidak mungkin tidak terjadi suatu perubahan fundamental dalam dirinya," ujar Nadiem.

Penguatan karakter tersebut bisa terjadi setelah mahasiswa melakukan proyek desa minimal enam bulan hingga maksimal satu tahun.

Baca juga: Kampus Merdeka, 8 Kegiatan Mahasiswa Luar Kampus yang Bisa Jadi SKS

Ia menilai dampak yang terjadi di mahasiswa akan terasa setelah bergiat selama enam bulan.

"Kalau satu dua bulan itu sulit. Kalau enam bulan, itu baru berdampak. Masyarakat juga melihat bahwa itu adalah sesuatu yang serius," ungkap Nadiem.

Ia memberikan contoh dampak proyek desa seperti kegiatan Indonesia Mengajar dalam hidup mahasiswa. Menurutnya, seluruh peserta Indonesia akan bercerita bahwa kegiatan Indonesia Mengajar menjadi salah satu pengalaman terpenting dalam hidup merek dan dalam pembentukan karakte.

"Itu satu contoh yang mereka pergi ke daerah-daerah pelosok," kata Nadiem.

Proyek Desa di Kampus Merdeka

 

Proyek desa adalah satu dari delapan kegiatan di luar kampus yang bisa mendapatkan bobot SKS (Satuan Kredit Semester) di kebijakan Kampus Merdeka.

Kegiatan proyek desa merupakan bagian dari pemberian hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar program studi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (SKS).

Baca juga: Perbedaan Sistem SKS Zaman Old dan Zaman Now versi Kampus Merdeka

Proyek desa menurut penjelasan Kemendikbud merupakan proyek sosial untuk membantu masyarakat di pedesaan atau daerah terpencil dalam membangun ekonomi rakyat, infrastruktur, dan lainnya.

Kegiatan ini dapat dilakukan bersama dengan aparatur desa (kepala desa), BUMDes, Koperasi, atau organisasi desa lainnya.

Selain proyek desa, ada tujuh kegiatan lain di luar kampus yang bisa mendapatkan bobot SKS. Tujuh program lainnya adalah magang/praktik kerja, mengajar di sekolah, pertukaran mahasiswa, riset/penelitian, kegiatan wirausaha, studi/proyek independen, dan proyek kemanusiaan.

Semua kegiatan dalam kebijakan Kampus Merdeka seperti proyek desa wajib dibimbing oleh seorang dosen / pengajar.

Kegiatan di luar kampus seperti proyek di desa dapat diambil sebanyak dua semester atau setara dengan 40 sks.

Menurut Nadiem, terdapat perubahan pengertian mengenai SKS. Setiap SKS diartikan sebagai 'jam kegiatan', bukan lagi 'jam belajar'.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau