Mohamad Burhanudin
Pemerhati Kebijakan Lingkungan

Penulis lepas; Environmental Specialist Yayasan KEHATI

Tantangan Jokowi dan Ironi Riset RI

Kompas.com - 10/02/2020, 20:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Rendahnya kinerja riset juga disebabkan budaya audit yang berlebihan dalam hibah riset. Audit yang mengikuti skema kebijakan anggaran umum ini juga membuat peneliti lebih disibukkan membuat laporan administrasi dan keuangan daripada riset itu sendiri (Rakhmani; Sakhiyya; Agahari; dan Ramadhan, 2019).

Dana abadi penelitian

Pasal 59 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2019 mengenai Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek), mengamanatkan salah satu sumber pendanaan penelitian adalah dana abadi penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan untuk menghasilkan invensi dan inovasi.

Dana abadi merupakan sebuah konsep pengelolaan dana yang berbasis investasi, di mana hanya return dari hasil kegiatan investasi yang bisa dipakai. Dana pokoknya tidak boleh berkurang, bahkan, harus terus meningkat, agar berkelanjutan.

Dengan berbasis investasi, maka dana abadi dapat menjamin adanya kelanjutan pendanaan untuk masa depan, memungkinkan alternatif pendanaan dari swasta dan bisnis, serta tak terbatasi siklus anggaran.

Namun, implementasi penyelenggaraan dana abadi penelitian belum dapat dilaksanakan karena masih menunggu adanya peraturan presiden (perpres), yang mengatur secara khusus mengenai hal tersebut.

Oleh karena itu, Perpres Dana Abadi Penelitian yang nantinya disusun sudah semestinya mengamanatkan hadirnya lembaga pengelola dana abadi yang profesional, akuntabel, transparan, serta mengedepankan prinsip kehati-hatian.

Praktik pendanaan penelitian dengan konsep dana abadi ini sudah umum dijalankan di negara-negara maju, baik melalui skema dana abadi maupun sovereign wealth fund (SWF).

Namun, apa pun skema dana abadi yang diambil nantinya, harus dipahami bahwa dana abadi dan SWF sifatnya hanya melengkapi (complementary).

Artinya, tetap dibutuhkan sumber pendanaan yang lain. Pendanaan utama tetap berasal dari anggaran pemerintah, hibah nondana abadi, dan sumber-sumber langsung lainnya.

Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan dana abadi penelitian, perlu dibuat proyeksi kebutuhan pendanaan dalam kerangka sinergi dengan pendanaan dari sumber-sumber lain yang saling melengkapi.

Sinergi ini perlu dibarengi dengan upaya memperbaiki klasifikasi dalam penghitungan belanja litbang pemerintah pusat.

Perlu adanya pemisahan yang jelas antara: penghitungan "dana investasi iptek" dengan penghitungan "dana litbang" yang mencakup semua komponen biaya dan kegiatan lembaga litbang.

Namun, yang jauh lebih penting adalah hadirnya kesadaran dari para pengambilan kebijakan untuk secara konsisten mengarustamakan riset dalam kebijakan nasional. Karena, bagaimanapun penyediaan anggaran penelitian, termasuk melalui dana abadi, tetap membutuhkan komitmen besar dari negara, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang.

Jika tidak, tantangan presiden terhadap dunia riset tersebut hanya akan berakhir sebagai pesan-pesan kosong. Dan, kita semakin jauh tertinggal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau