Bersahaja adalah sifat yang semakin luntur dalam hidup keseharian, padahal kebersahajaan dalam bertualang akan meringankan kehidupan.
Uap air yang keluar saat air mendirik dapat dipakai menjadi "air" untuk "mencuci" piring kotor dengan usapan tisu dan kepraktisan lain dalam penggunaan peralatan bertualang serta sikap kepada Alam akan melatih kebersahajaan dalam kehidupan sehari hari.
Hemat, Cermat dan Bersahaja adalah proses menuju kemandirian sikap dalam hidup.
Mahasiswa dan Siswa yang terlatih menjadi petualang yang benar di alam bebas, biasanya akan percaya diri dan merdeka memilih cara hidup dan kehidupan dan sulit untuk dirayu mengikuti kehidupan yang tak patut.
Lancung, lacur dan semua sikap yang jauh dari kebaikan akan sulit menghinggapi manusia merdeka dan mandiri seperti ini. Karena, kesulitan dalam petualangan meyakinkannya bahwa cobaan dan rayuan seberat apapun akan bisa dilewati, karena resiko di alam adalah mati.
Anggota Pramuka pasti hafal darma ke 10 (sepuluh) dari Dasa Darma Kepanduan yaitu: "Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan" juga akan menjadi dampak positip dari berkegiatan alam terbuka, meski dalam praktek, mulut pegiat sispala/mapala kadangkala "kotor dan cabul"
Adakah petualang yang pengecut? Petualang adalah manusia pencatat sejarah, oleh sebab itu rasa takut seringkali terlupakan, meskipun di kala sendirian mereka sering merasakannya.
Petualang sejati adalah mereka yang menyisakan sedikit rasa takut, sehingga terbebas dari sikap nekat. Ketakutan akan mengendalikan dan memunculkan kecermatan.
Petualang Pencinta Alam dan Pramuka selayaknya berani melawan kesewenangan kepada kemanusiaan dan semua sikap yang menghancurkan kemanusiaan dan alam semesta.
Manusia petualang yang terdidik di Kelompok Pencinta Alam dan Pramuka sudah semestinya menjadi manusia yang berani melawan korupsi, eksploitasi alam, penindasan pada kemanusiaan dan semua hal buruk lain.
Petualang Pencinta Alam dan Pramuka adalah manusia (muda) merdeka, pemberani yang senang menggauli pelosok Indonesia, akan menjadi manusia mandiri dan berani yang tulus mencintai Indonesia tanpa banyak cingcong dan apa adanya, "they love Indonesia just the way she is" dan akan menjadi patriot paling depan membela bangsa tanpa disuruh, mereka akan mempraktekan kecintaan "bi amwalikum wa amfusikum", dengan harta dan nyawa.
Lantas, mengapa hasil proses "pendidikan" Kepencintaalaman dan Kepramukaan yang dahsyat seperti itu seringkali dipersepsikan buruk oleh para akademikus dan pinisepuh serta pakar Pendidikan?
Mungkin, karena para Sispala/Mapala/Pramuka dan pegiat petualangan alam terbuka yang lain itu seringkali memunculkan simbol simbol dan perilaku yang tak lazim dan lingkungannya sulit menerima.
Mungkin pula, mereka belum sampai "maqom" seorang petualang sejati yang di kala dewasa akan menampilkan kerendahan hati yang menakjubkan.
Ketika Presiden Indonesia adalah seorang yang pernah merasakan pendidikan di alam, maka sudah selayaknya kegiatan petualangan di alam terbuka ini menjadi menu wajib kegiatan kepemudaan, termasuk kegiatan siswa dan mahasiswa yang potensial menjadi pemimpin bangsa, tidak sekedar hanya program pengenalan bela negara dan program pendidikan karakter lain yang cenderung membosankan karena mencekoki mereka, bisakah ?
Penulis: Ahmad Rizali, Ketua Bidang Pendidikan NU Circle dan Anggota Mapala UI (M-193-UI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.