Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ahmad Rizali
Pemerhati pendidikan

Pemerhati pendidikan, Kabid Pendidikan NU Circle, dan Presidium Gernas Tastaka

Mereparasi Mutu Pendidikan Dasar Kita

Kompas.com - 08/03/2020, 14:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Sejak awal saya curiga sumber buruknya mutu pendidikan di Indonesia yang diukur PISA, TIMSS dan PIRS serta AKSI/AKM Puspendik Balitbang Kemdikbud merupakan cerminan dari buruknya proses pembelajaran di jenjang SD/MI.

Dan sesudah setahun lebih mengikuti Gernas Tastaka (Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika) ke 12 Provinsi dan 21 lokasi Pelatihan Gerakan dan mendengar "curhat" dan curah pendapat pengalaman para guru SD/MI, dugaan saya mendekati kebenaran.

Jika kita cermat membaca data Neraca Pendidikan Daerah (npd.data.kemdikbud.go.id) sejak Tahun 2015 hingga saat ini, jenjang SD/MI memiliki jumlah murid, sekolah dan guru yang paling besar.

Namun semua indikator terburuk seperti level akreditasi, kondisi kelas dan sekolah, mutu guru, kualifikasi guru hingga rasio guru dan murid, semua menunjuk ke jenjang SD (dan MI).

Baca juga: 7 Alasan Anak Sosial Perlu Kuasai Matematika Dasar

 

Hal ini menunjukkan bahwa kita kurang peduli kepada jenjang SD/MI dan jika hal yang terlihat saja masih seperti itu, apalagi persoalan kompetensi guru jenjang SD/MI, nyaris tidak pernah disentuh.

Mengapa kita begitu abai kepada jenjang SD/MI ini?

Tak lain karena umumnya pejabat pembuat kebijakan merasa tidak menemukan masalah di jenjang ini.

Tingkat tinggal kelas semakin sedikit, peserta olimpiade dan lomba sejenis semakin marak dan akhirnya sudah terbentuk persepsi bahwa "pelajaran SD/MI yg begitu saja pasti bisa ketika lulus SD/M".

Terjadi sikap "taken for granted" bahwa ketika mereka 6 (enam) Tahun di SD/MI, maka Kompetensi Dasar (KD) yang diwajibkan Kurikulum tuntas dikuasai, fakta mengatakan sebaliknya.

Kompetensi matematika dan membaca

Fakta buruknya kompetensi matematika, sains dan Mmembaca murid Indonesia diakui resmi oleh negara, sehingga hasil uji PISA dan AKSI/AKM Balitbang Kemdikbud dijadikan baseline salah satu target pencapaian Mutu Pendidikan Dasar dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024.

RPJMN ini menjadi acuan Rencana Strategis (Renstra) 2019-2024 Kementrian dan Lembaga. RPJMN adalah rincian Visi/Misi Presiden masa bakti 2019-2024.

Selain hasil PISA "membaca" Tahun 2018 yang kembali ke angka 371 dari rerata negara OECD sekitar 500, angka di Tahun 2000.

Trend hasil Matematika dan Sains di jenjang anak usia 15 Tahun ini juga memburuk, semua menjauhi angka 400 yang pernah diraih. Rerata hasil PISA masih 78 persen didominasi pada skala 1-2 dari 6 skala yang digunakan PISA.

Sebuah angka persentase yang seharusnya tak lebih dari 20 persen.

Studi PISA dan AKSI itu menemukan pembenaran di lapangan saat penulis mengikuti Pelatihan untuk Pelatih (TOT) Matpel Matematika jenjang SD/MI yang diselenggarakan oleh Gernas Tastaka di 12 Provinsi dan 21 Lokasi Pelatihan dengan total relawan guru mendekati 800 peserta dan 95 persen adalah guru SD/MI.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com