Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mahendra K Datu
Pekerja corporate research

Pekerja corporate research. Aktivitas penelitiannya mencakup Asia Tenggara. Sejak kembali ke tanah air pada 2003 setelah 10 tahun meninggalkan Indonesia, Mahendra mulai menekuni training korporat untuk bidang Sales, Marketing, Communication, Strategic Management, Competititve Inteligent, dan Negotiation, serta Personal Development.

WABYOD: Mungkin Kerja Memang Tak Harus di Kantor

Kompas.com - 14/04/2020, 13:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tiga tahun kemudian saya memiliki cukup tabungan untuk berinvestasi di ‘peralatan-peralatan mini’ yang lazim dipakai para eksekutif itu: Palm Pilot, Foldable Keyboard dan portable modem yang kala itu harganya selangit. Tiba-tiba saja saya menikmati sebuah cara bekerja seperti itu…. sampai hari ini.

Bekerja dari rumah adalah The New Normal

Di pertengahan Maret lalu saat jumlah pasien positif corona mulai naik tajam, beberapa perusahaan mulai ‘merumahkan’ para karyawan mereka yang masuk kategori ‘bisa bekerja dari rumah’.

Ternyata tak semua karyawan terbiasa melakukan hal itu. Saat bekerja dari rumah, mindset dan mental mereka masih tergantung pada ambience keseharian aktivitas di kantor. Pendek kata, mereka merasa sedang cuti. Apa yang terjadi?

Mereka masih perlu sering ke kantor untuk ikut rapat-rapat yang sebenarnya sudah bisa difasilitasi oleh beberapa teknologi video conference/meeting.

Yang terburuk adalah munculnya depresi kolektif: gangguan bekerja di rumah jauh lebih parah serta lebih kompleks ketimbang gangguan di kantor. Itu terjadi di pertengahan bulan Maret lalu.

Hari ini ceritanya berbeda. Dalam pergumulan, para karyawan sudah mulai terbiasa bekerja mengandalkan teknologi, lebih terampil berkoordinasi, dan kabar baiknya, sebagian besar berupaya mengedukasi diri agar dapat mengkapitalisasi segala sumber daya teknologi yang sebenarnya telah mereka miliki selama ini.

Sim salabim! Produktivitas mulai naik. Beberapa kisah yang sampai kepada saya adalah: banyak dari mereka siap menjadi free-lancers! Boom!

WABYOD adalah masa depan

WABYOD memang adalah masa depan itu. Bahwa ia hadir lebih cepat – thanks to the pandemy – hal itu hanya mengkonfirmasi saja bahwa cara bekerja, dan cara orang mencari penghasilan, sudah sangat berubah.

Ada beberapa catatan penting saya yang mungkin relevan bagi para pembaca, apakah anda seorang pengusaha yang memiliki banyak karyawan, ataukah anda seorang eksekutif yang bekerja di perusahaan.

Pertama, saya ingin sharing di mana Amazon memulai bisnisnya: di garasi. Sekarang, dua dekade setelah launching-nya, coba kita pikirkan lagi, di mana operasional market-place Amazon dijalankan jaringannya? Di garasi. Dari garasi, kembali ke garasi. Garasinya jumlahnya jauh lebih banyak dan tersebar di seluruh dunia.

Beberapa tahun ini lapak-lapak offline elektronik di pusat-pusat grosir di Jakarta saja sudah berubah fungsi, tak lagi menjadi gerai display, tapi menjadi gudang barang dagangan.

Kios-kios itu, bukankah itu ‘garasi-garasi’ yang saya maksud dengan kisah Amazon tadi? Bila kita bisa membangun, memiliki, dan mengelola jaringan pemilik berbagai sumberdaya, maka bisnis bisa kita kerjakan dari mana saja, kapan saja. Dengan demikian protokol WA (Work Anywhere) terpenuhi.

Kedua, mari kita lihat bagaimana Google mempelopori transformasi kantor yang secara konvensional kita terima sebagai tempat resmi berkumpulnya sejawat untuk bekerja bersama-sama, menjadi ‘home’ yang memberi kebebasan para karyawannya untuk datang ke kantor kapan saja, bekerja di sudut ruangan mana saja, dengan tema desain interior yang bernuansa pop, fun bahkan gila.

Sejawat serasa seperti keluarga.

Kantor Google di Zurich, Swiss adalah contoh menarik. Ada satu eskalator untuk naik ke lantai dua, namun hanya ada slide (papan luncur/ pelorotan) untuk turun kembali ke lantai satu. Dengan ‘kantor’ semacam itu, tak ada pakaian resmi diwajibkan perusahaan.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau