Ia menambahkan, "Prinsip otonomi penyelenggaraan pendidikan tinggi, kebebasan akademis harus dipertahankan dengan memasukan sistem penjaminan mutu, good university governance, dan perlindungan masyarakat dalam UU."
Ia menyampaikan PTN sebagai bentuk layanan pendidikan tinggi oleh negara tetap harus berprinsip nirlaba. Sedangkan penyelenggaran pendidikan tinggi swasta dapat menggunakan dual track penyelenggaraan pendidikan tinggi swasta baik nirlaba maupun non-nirlaba.
Prof. Nizam kembali menegaskan, "Untuk ketegasan dan membuka peluang investasi pendidikan tinggi berkualitas perlu didalami pengaturannya agar sejalan dengan tujuan Pendidikan tinggi. UU sebaiknya mengatur prinsip-prinsip, pengaturan detail di PP, agar lebih fleksibel mengikuti perubahan zaman."
Prof. Ari Purbayanto dari Asosiasi Profesor Indonesia menyoroti perubahan undang-undang perguruan tinggi yang perlu dicermati.
Beberapa hal tersebut yakni; (1) perolehan pendapatan negara dan kemudahan masuknya ivestasi asing, (2) kekhawatiran soal pengabaian asas kesetaraan mutu perguruan tinggi dan penegakan hukum yang cenderung lemah serta (3) perguraun tinggi yang bisa menjadi lembaga profit, akreditasi prodi yang menjadi tidak wajib serta mudah masuknya perguruan tinggi asing.
Pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja Bidang Perguruan Tinggi yang menjadi sorotan Prof. Ari antara lain;
Hal senada disampaikan Prof. Hariadi Kartodihardjo, Guru Besar IPB, “Privatisasi substansial perguruan tinggi secara nasional berpotensi memisahkan kehidupan akademis dengan realitas kehidupan di dunia nyata di mana lembaganya berdiri."
Ia mengingatkan, "Hasil pendidikan (yang) dianggap sebagai komoditi berpotensi bertentangan dengan pasal 28C dan 28E UUD 1945."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.