Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Bumi yang Tak Dapat Dihuni, Kisah tentang Masa Depan"

Kompas.com - 12/05/2020, 23:22 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

Oleh: Andi Tarigan | Kepala Redaksi Nonfiksi, Gramedia Pustaka Utama

KOMPAS.com - Manusia barangkali perlu segera berkemas dan pergi meninggalkan planet ini. Pilihan itu bisa jadi akan menjadi satu-satunya jalan untuk bertahan hidup, jika akhirnya bumi sungguh tak dapat lagi dihuni. Tetapi, ke mana? Itu masalahnya.

Sampai hari ini, belum ada satu pun penelitian yang menunjukkan secara meyakinkan adanya tanda-tanda kehidupan di luar Bumi.

Berbagai penemuan masih bersifat sementara, tentatif. Itu yang terbaca misalnya dalam program "Exoplanet Exploration" yang dikerjakan NASA.

Manusia artinya belum akan pergi ke mana-mana dan tetap harus bertahan hidup di Bumi dengan berbagai ancaman yang bukan main besarnya.

Masa depan mengerikan

“Lebih buruk, jauh lebih buruk dari yang Anda pikirkan,” demikian kalimat pertama David Wallace-Wells dalam buku "Bumi yang Tak Dapat Dihuni, Kisah tentang Masa Depan" (The Uninhabitable Earth) (Gramedia Pustaka Utama, 2019).

Baca juga: Midnight Sun, Buku Baru Twilight Akan Dirilis Agustus Mendatang

Ini bukan semata-mata soal naiknya permukaan air laut. Ada yang lebih parah dari itu, dan itu jelas terlihat.

Apa yang dikisahkan Wallace-Wells dalam buku yang telah diganjar sebagai buku laris New York Times ini pasti bukan sekumpulan kisah fiksi ilmiah tentang perubahan iklim. Latar kisahnya pun terjadi di berbagai negara, bukan di benua yang tak berpenghuni di Artika sana.

Berawal dari artikelnya yang cukup menggemparkan di New York Magazine, Wallace-Wells kemudian mengelaborasi tulisannya dengan berbagai penelitian yang cukup luas sehingga terkumpullah tiga ratusan halaman kisah tentang masa depan––yang mengerikan!

Dengan menghadirkan berbagai ilmuwan otoritatif, dari John Tyndall di abad 19 sampai Charles David Keeling di abad 20, buku ini menghunjam pada problem perubahan iklim yang telah sampai pada ambang kehancuran Bumi dan manusia.

Dalam Unsur-unsur Kekacauan (Element of Chaos), Wallace-Wells menunjukkan malapetaka menakutkan yang telah siap menanti: panas yang mematikan, kekeringan hebat, kebakaran hutan, banjir bandang, kelaparan, udara yang tak bisa dihirup, wabah purba, perang, ambruknya ekonomi, sampai migrasi besar-besaran.

Seberapa pun tidak nyaman dan melelahkan membaca berbagai kisah yang disajikannya, tetapi itulah yang sedang terjadi. Ya, inconvenient truth.

Wabah Purba

Mencairnya es telah menyingkap banyak hal yang belum pernah diteliti manusia. Selain sebagai pencatat iklim, es juga telah bekerja sebagai pembeku sejarah.

Ada sedemikian banyak organisme beku yang tersimpan dalam es, bahkan yang belum pernah beredar lagi selama jutaan tahun. Ketika lapisan es raksasa itu meleleh, persis saat itulah tersingkap berbagai organisme yang belum pernah tercatat dalam sejarah manusia.

Organisme beku itu mungkin tidak semuanya mematikan. Namun, di Alaska, para peneliti telah menemukan sisa-sisa flu 1918 yang menulari sampai 500 juta orang, yang kala itu menewaskan sampai 50 juta orang.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau