Hasil penelitian Indonesia Career Center Network (ICCN), sebuah jejaring pusat karier di perguruan tinggi negeri dan swasta pada 2017 menemukan bahwa 87 persen mahasiswa Indonesia merasa salah jurusan.
Di Amerika Serikat pun ternyata masalah mahasiswa salah jurusan juga terjadi. Pada Desember 2017, US Department of Education merilis studi yang dilakukan oleh National Center of Education Statistics (NCES) yang menemukan bahwa sekitar 30 persen mahasiswa mengubah pilihan utama mereka pada tahun ketiga mereka kuliah.
Baca juga: Tilang Manual Ditiadakan Mulai Hari Ini dan Diganti Cakra Presisi, Apa Itu?
Kepuasan terhadap pilihan jurusan/program studi yang diambil oleh siswa dapat diprediksi oleh setidaknya oleh dua faktor.
Menurut studi yang dilakukan oleh Schenkenfelder, Frickey, dan Larson (2020) dalam artikel berjudul College Environment and Basic Psychological Needs: Predicting Academic Major Satisfaction, setidaknya ada dua faktor yang memprediksi kepuasan mahasiswa dalam perkuliahan.
Kedua faktor itu adalah basic psychological needs sebagai faktor individu dan college environment sebagai faktor lingkungan.
Baca juga: Kilau Marselino Ferdinan, Dua Gol di Kompetisi Bergengsi Oxfordshire
Faktor ini lebih memprediksi kepuasan siswa terhadap jurusan/program studi (adecemic major) adalah faktor pemenuhan kebutuhan dasar psikologis (basic psychological needs) dibandingkan dengan faktor lingkungan (environment).
Faktor kebutuhan dasar psikologis ini terdiri dari volitional autonomy, competence, dan relatedness.
Volitional autonomy in major berkaitan dengan kebutuhan terhadap kebebasan dalam melakukan hal-hal yang dianggapnya penting di jurusan atau program studi.
Baca juga: Bagaimana Abdul Azis Bertahan dengan Penghasilan Rp 50.000 per Hari sebagai Pedagang Kopi?
Siswa menilai apakah program studi yang diambilnya memberikan peluang untuk mengembangkan minat atau hal-hal yang dianggapnya penting.
Perceived competence in major berkaitan slot88 dengan seberapa jauh siswa merasa memiliki kompetensi, kemampuan, ataupun keterampilan yang dibutuhkan untuk sukses dalam program studi.
Siswa menilai apakah jurusan yang diambilnya memberikan peluang dan tantangan sesuai dengan bakat atau kemampuan yang telah dimilikinya.
Baca juga: Tiga Bos "Skincare" Berbahaya di Makassar Ditahan Setelah 3 Bulan Status Tersangka
Dalam hal ini dapat diinterpretasikan bahwa siswa akan lebih merasa puas bila menilai jurusan yang diambilnya memberikan peluang untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya.
Mereka juga merasa lebih puas bila mempersepsi bahwa bakat dan kemampuannya relevan dengan tugas-tugas yang diberikan pada program studi yang diambilnya.
Relatedness in major berkaitan dengan seberapa jauh siswa merasakan bertemu dengan orang-orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya di jurusan yang diambilnya.
Baca juga: Melacak Siapa yang Beri HGB dan SHM Pagar Laut di Tangerang...
Siswa menilai apakah ia menjumpai orang-orang (dosen dan rekan-rekan mahasiswa) yang sesuai dengan dirinya.
Jika ketiga hal tersebut terpenuhi, siswa/mahasiswa akan memiliki semangat yang tinggi (internal motivation), yang pada akhirnya memprediksi kesuksesan akademik di program studi.
Walaupun perannya dalam memprediksi kepuasan dan keberhasilan akademik siswa di perguruan tinggi tidak sebesar faktor pemenuhan kebutuhan dasar psikologis, namun faktor ini juga tetap signifikan dalam membuat siswa puas terhadap jurusan pilihannya.
Baca juga: Heran Ada Pagar Laut, Titiek Soeharto: Separuh Jagorawi Itu, Bukan di Darat Pula
Yang termasuk dalam faktor lingkungan ini antara lain dukungan pihak kampus, yakni dosen dan staf akademik (faculty support) serta teman-teman sebaya (peer support).
Di luar penelitian Schenkenfelder dkk, penulis berpendapat bahwa faktor dukungan lingkungan yang tidak boleh diabaikan dalam keberhasilan siswa adalah dukungan orangtua (parental support).
Dukungan ini dapat dioperasionalisasikan dalam bentuk komunikasi antara orangtua dan siswa.
Baca juga: Tak Seperti Hakim, Panitera PN Surabaya Tolak Sogokan Pengacara Ronald Tannur
Berdasarkan penelitian Hill dan Roberts (2019), yang berjudul Parent–Adolescent Communication and Social Impacts on Black American Adolescents' Academic Well-Being, komunikasi antara orangtua dan remaja (mahasiswa) menjadi faktor awal mahasiswa memiliki perasaan mampu (self-effcacy) terhadap tugas-tugas akademik dan menjadi faktor yang meningkatkan keterampilan sosial.
Komunikasi yang terjalin dengan remaja (mahasiswa) dapat membuat remaja merasa didukung dalam penyelesaian studi.