KOMPAS.com - Meski Kemendikbud mengambil kebijakan belajar dari rumah (BDR) selama pandemi Covid-19, guru tetap memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Malahan, akselarasi kompentensi guru dalam penguasaan teknologi perlu kian dikuatkan.
Tantangan mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran menjadi tema penting Temu Ilmiah Nasional Guru (TING) XII yang dilaksanakan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka (FKIP-UT), Sabtu-Minggu, 25-26 Juli 2020.
TING bertujuan menjadi wadah forum komunikasi ilmiah antara para pakar pendidikan, para guru, dan para pemerhati pendidikan, baik di Indonesia maupun di luar negeri dan tahun ini mengangkat tajuk “Membangun Masa Depan Bangsa melalui Merdeka Belajar di Era Digital”.
"TING XII terselenggara di tengah suasana pandemi Covid-19. Pandemi ini telah menimbulkan perubahan yang cukup fundamental dalam tatanan kehidupan, baik keseharian, kehidupan sosial maupun pola kerja dan komunikasi profesional," ujar Dekan FKIP-UT, Prof. Udan Kusmawan
Prof. Udan menambahkan, "kegiatan TING diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi dan profesionalisme para guru dalam situasi saat ini."
Baca juga: Mendikbud Nadiem Akui Sulitnya Proses Adaptasi Online Learning
Menanggapi data KPAI yang menyebutkan 75 persen siswa bosan dalam melaksanakan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh), Rektor UT Prof. Ojat Darojat menyampaikan pentingnya guru untuk menghadirkan pembelajaran inovatif dan kurikulum adaptif selama pandemi ini.
"Kenapa anak-anak bosan, karena mereka (para guru) belum memahami betul kriteria dan mutu bahan ajar secara online. Ini bukan soal mengambil bahan ajar dibiasa, dibuatkan PDF atau Power Point kemudian diunggah ke internet. Salah kaprah itu," tegas Prof. Ojat.
Prof. Ojat menjelaskan guru harus menguasai strategi pedagogi pengajaran secara online agar mampu melakukan interaksi selama PJJ.
"Misal, mengambil topik terkait dengan kehidupan siswa. Anak-anak yang hidup di tepi pantai mendapatkan materi bercocok tanam, mungkin hal ini tidak akan sesuai dengan minat mereka," kata Prof. Ojat menyontohkan.
Menurutnya, konten kurikulum harus adaptif disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
"Yang terjadi saat ini, penggunaan Zoom atau Google Team sudah dianggap PJJ. Padahal itu hanya merupakan learning delivery dalam PJJ," ungkap Prof. Ojat.
Ia menegaskan yang terpenting dalam PJJ adalah menghadirkan interaksi pembelajaran yang didukung dengan LMS atau Learning Management System. LMS menyediakan materi pembelajaran hingga proses asesmen yang dapat dilakukan selama 24 jam.
"Metode realtime atau sinkronus akhirnya membuat siswa dan guru kembali terikat waktunya. Hal ini menjadi tidak luwes lagi, tidak fleksibel lagi," paparnya.
Dalam konsep PJJ, tambah Rektor UT, kurikulum juga harus disiapkan dan kompetensi yang harus dicapai siswa. "Ini harus perlu didesain berbeda. Buku pegangan siswa yang ada selama ini berbeda dengan materi PJJ. Bahan digital harus disiapkan berbeda," jelasnya.
Lebih jauh Prof. Ojat menyampaikan dalam kondisi PJJ tidak dapat dilaksanakan karena keterbatasan jaringan maupun infrastruktur, pembelajaran tetap dapat dilakukan melalui beragam alternatif lain.