Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Guru Besar UGM: Obat Covid Lewat Uji Klinis, Jangan Buru-Buru Diklaim

Kompas.com - 25/08/2020, 07:07 WIB
Albertus Adit

Penulis

KOMPAS.com - Hingga kini, Covid-19 masih membayangi seluruh dunia. Bahkan di Indonesia setiap hari jumlah pasien yang terinfeksi masih sangat banyak.

Tak heran jika banyak negara juga terus berlomba agar menemukan obat serta vaksin dari penyakit ini. Tujuannya untuk bisa menyelesaikan pandemi Covid-19.

Namun, dalam beberapa waktu terakhir banyak bermunculan klaim penemuan obat yang dianggap mampu mengatasi Covid. Apakah obat itu sudah benar-benar manjur?

Baca juga: Vaksin Jadi Solusi Hentikan Pandemi? Ini Kata Pakar UGM

Karena itu, Menanggapi dinamika penemuan obat Covid-19 di tanah air, Dekan Fakultas Farmasi UGM, Prof. apt. Agung Endro Nugroho, M.Si., Ph.D., mengapresiasi upaya-upaya yang dilakukan anak bangsa dalam menemukan solusi ini.

Harus dilakukan secara kolaboratif

Berbagai upaya untuk menemukan obat tersebut merupakan bentuk dari empati, semangat bersama, dan tanggung jawab rakyat Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Akan tetapi jika ada kekurangan dan kelemahan diharapkan bisa saling menguatkan melalui koreksi, sikap kritis, dan arahan dari pihak lain.

"Penemuan obat dan vaksin memerlukan kompetensi dan ahli di bidang tersebut dan harus dilakukan secara kolaboratif," ujarnya seperti dikutip dari laman resmi UGM, Senin (24/8/2020).

Dikatakan, semangat saling koreksi, mengkritisi, memberikan masukan serta arahan nantinya dapat semakin memperkuat berbagai penemuan obat dan vaksin yang ada. Juga untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada.

"Ini bagian dari dinamika untuk mengoptimalkan upaya-upaya yang telah dilakukan dan bisa bermanfaat untuk masyarakat," katanya.

Agar tidak buru-buru diklaim

Guru Besar Fakultas Farmasi UGM Prof. apt. Zullies Ikawati, Ph.D., menyatakan agar dalam prosesnya tidak terburu-buru mengklaim dan merilis temuan sebagai obat Covid-19.

Sebab, nantinya akan membahayakan masyarakat jika obat digunakan tanpa proses riset yang baik, benar, dan teruji keakuratan serta validitasnya.

"Jangan buru-buru mengklaim sebelum data direview, baik melalui jurnal ilmiah atau evaluasi oleh BPOM. Kalau data belum dipastikan validitas dan akurasinya, jangan terburu-buru disampaikan ke publik," tegasnya.

Prof. Zullies menekankan bahwa semua uji klinis dalam penemuan obat, termasuk Covid-19 harus dilakukan sesuai koridor penelitian yang akurat dan valid.

Tak hanya itu, uji klinis juga perlu mengikuti prosedur yang terbuka dan transparan.

Menurut dia, terdapat sejumlah aturan dalam uji klinis yang wajib dipenuhi oleh peneliti yang tertuang dalam pedoman cara uji klinik yang baik (CUKB).

CUKB merupakan suatu standar kualitas etik dan ilmiah yang diacu secara internasional untuk mendesain, melaksanakan, mencatat, dan melaporkan uji klinik yang melibatkan partisipasi subjek manusia.

Baca juga: Guru Besar UGM: Ini 9 Senyawa Meningkatkan Sistem Imun saat Pandemi

Dengan mematuhi standar ini akan memberikan kepastian kepada publik bahwa hak, keamanan, dan kesejahteraan subjek uji klinik dilindungi dan data yang dihasilkan bisa dipercaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com