Kutipan tersebut merupakan salah satu contoh bagaimana masyarakat harus bisa memilih dan memilah informasi di dunia digital. Dengan mengembangkan kemampuan literasi digital, Najwa berharap masyarakat dapat lebih kritis dan terhidar dari hoaks.
Sebagai tolok ukur, Najwa membagi aspek kritis literasi digital menjadi 3 bagian. Berikut pembagian aspek kritis literasi digital tersebut.
1. Kesadaran data
Duta Baca Indonesia ini melihat bahwa masyarakat harus sadar saat memasukan data pribadi ke dunia digital. Jangan sampai informasi pribadi yang disebar di internet dapat disalahgunakan oleh orang lain.
“Jadi harus betul-betul berhati-hati untuk upload sesuatu di digital,” jelas Najwa.
2. Kemampuan menganalisa data
Akses menuju data menjadi dimudahkan karena adanya internet. Namun, masyarakat harus memiliki kemampuan mengoptimalkan data yang tersedia untuk kepentingan tertentu.
Baca juga: Orangtua Jadi Contoh Anak agar Gemar Baca Buku
3. Kemampuan untuk fokus
Dalam dunia yang dimudahkan oleh kehadiran teknologi dan internet, masyarakat harus bisa fokus dari distraksi yang diciptakan. Dengan terus fokus, tujuan untuk memperoleh hidup yang baik pun bisa lebih cepat tercapai.
Urgensi literasi bagi Indonesia terlihat dalam Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) yang diusung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 2019. Masalahnya, rata-rata indeks Alibaca di Indonesia tergolong rendah karena berada pada titik 37,32 persen.
Maka dari itu, Najwa berharap masyarakat, komunitas, dan pemerintah dapat berkolaborasi atau bekerja sama untuk mengubah persepsi atau membongkar paradigma lama yang dimiliki.
Alhasil, kemampuan literasi digital akan membuat seseorang mau terus belajar hal baru dan bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.