Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/09/2020, 15:25 WIB
Elisabeth Diandra Sandi,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com – Perubahan dalam pola belajar dan hidup Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) saat pandemi Covid-19 membuat mereka bisa mengalami kondisi tantrum.

Tantrum merupakan ledakan emosi yang dilakukan oleh orang-orang yang sedang memiliki masalah emosional. Umumnya, kondisi tantrum terjadi pada anak-anak.

Dengan kondisi emosi tersebut, seseorang bisa menunjukkan sikap keras kepala, menangis, marah-marah, menjerit-jerit, sulit menangkan diri hingga berguling-guling di lantai.

Terkait tantrum ABK akibat pandemi Covid-19, Terapis Okupasi Andreany Kusumowardani menemukan, tantrum seorang anak bisa bertambah karena ada perubahan dalam rutinitas atau kebiasaan.

Baca juga: Orangtua Berbagi: Membimbing Anak Berkebutuhan Khusus Belajar di Rumah

“Kalau dulu misalnya bangun pagi jam sekian lalu setelah itu mungkin harus ke sekolah atau ke terapi. Kalau sekarang karena itu tidak bisa dilaksanakan sehingga anak itu tidak ada aktivitas yang dilakukan,” jelas Andreany pada Jumat (11/9/2020).

Dalam web seminar “LIVE CONSULTATION #PulihBersama: Tanya Jawab Perkembangan Anak Disabilitas di Masa Pandemi”, Andreany memberikan cara secara umum untuk mengatasi tantrum ABK saat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Alih-alih acuh terhadap anak, orangtua harus menata kembali jadwal kehidupan ABK untuk mengatur waktu tidur, bangun, dan belajar yang sama seperti sebelum pandemi.

“Supaya pola kehidupan itu bisa lebih tertata karena anak-anak seperti itu kan umumnya mereka lebih mudah mengikuti struktur ya,” sambung Andreany dalam siaran langsung di Facebook Save the Children Indonesia.

Apabila ABK tidak memiliki aktivitas, orangtua bisa mencoba untuk memberikan kegiatan yang menyenangkan buat anak tersebut.

“Apa sih yang dia sukai, hobinya apa. Katakan kalau itu hobinya gambar misalnya, ya berikan saja aktivitas itu sebelum masuk ke aktivitas belajar gitu,” imbuhnya.

Pasalnya, ABK perlu diberikan jadwal hidup yang terstruktur agar tidak memicu stres. Andreany menjelaskan, stres pada ABK dapat memicu emosinya sehingga menimbulkan tantrum.

Akan tetapi, Andreany tetap merekomendasikan orangtua ABK untuk mengetahui penyebab tantrum terlebih dahulu agar menemukan solusi yang lebih tepat.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau